
AMBARAWA – Penertiban lahan milik PT KAI di Lingkungan Temenggungan, Kelurahan Panjang, Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang, Senin (24/2/2020), sempat diwarnai kericuhan. Petugas KAI yang akan melakukan penertiban fisik di rumah Sugiyarto dihadang oleh ratusan warga Temenggungan.
Warga sempat memblokade gang masuk lingkungan Temenggungan menggunakan portal dan berbagai benda lainnya. Sempat terjadi adu mulut dan saling dorong saat petugas mencoba masuk ke kawasan RT 08 RW03, namun upaya warga untuk menghalangi petugas KAI tidak membuahkan hasil. Tim dari KAI dengan pengawalan aparat kepolisian memaksa masuk gang menuju rumah yang ditempati Sugiyarta selaku Ketua Paguyuban Ngudi Sejahtera (PNS). Beberapa orang yang diduga menjadi provokator turut diamankan oleh petugas. Tim KAI yang berhasil masuk kemudian membongkar pagar, pintu dan jendela rumah diwarnai tangis histeris warga lain.
Manager Humas PT KAI Daop 4 Semarang, Krisbiyantoro saat ditemui di lokasi mengatakan sejak tahun 2014 warga sudah diminta untuk menertibkan administrasi. Namun dari 268 KK ada sekitar 50 KK yang masih alot.
“Hari ini finalnya, kami lakukan penertiban fisik di rumah Pak Sugiyarta. Penertiban ini bukan semata-mata kami lakukan, akan tetapi ada dasarnya yakni hak pakai milik KAI berupa Sertifikat Hak Pakai (SHP) Nomor 7 yang terbit sejak tahun 1987,” ungkapnya.
Krisbiyantoro menilai Sugiyarta sering menghambat upaya KAI untuk melakukan penertiban aset di lingkungan Temenggungan. Sebab warga lainnya sudah setuju ada penertiban, baik secara administrasi maupun penertiban fisik.
“Mayoritas warga sudah tertib administrasi dan mau sewa kontrak dengan KAI. Hanya Pak Sugiyarta ini yang tidak tertib administrasi, bahkan cenderung mohon maaf memprovokasi warga lain, sehingga kita lakukan upaya tegas dengan penertiban fisik,” paparnya.
Menurutnya, PT KAI sudah berulang kali melakukan pendekatan dengan warga termasuk rapat dengan Bupati Semarang hingga Pemprov Jateng yang diwakili Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Jateng. Dari pertemuan itu warga siap mematuhi ketentuan administrasi dan hanya Sugiyarta yang menolak.
“Setelah kontrak tahun 2017 hingga sekarang, sewa kontraknya hanya 7 persen dari NJOP (nilai jual objek pajak). Setelah penertiban ini kita minta yang lainnya bisa mengikuti untuk sewa kontrak,” katanya.
[embedyt] https://www.youtube.com/watch?v=CKN88YGQxag[/embedyt]
Sementara itu, Sugiyarta mengaku kecewa karena tidak ada pemberitahuan. Dia mengaku belum menerima surat dari PT KAI.
“Saya tahunya justru dari grup lingkungan, awalnya pak RW yang menanyakan perihal apakah benar akan ada penertiban rumah yang saya tempati. Secara pribadi saya belum mendapatkan surat pemberitahuannya,” ujarnya.
Warga Temenggungan, lanjut Sugiyarta, sebenarnya ingin berdialog lebih lama dengan PT KAI tetapi tidak ditanggapi. PT KAI tidak pernah melanjutkan rekomendasi atau solusinya, sehinggga hanya berhenti di meja pertemuan tanpa ada solusi.
Pada pertemuan 23 September 2019 lalu DPR minta bupati menindaklanjuti keresahan warga dan bupati membuat surat kepada PT KAI agar warga memperoleh solusi terbaik, tapi itu tidak pernah dilakukan oleh KAI, tandasnya.
Sugiyarta mengaku menjadi korban. Sebab bukan kemauan warga untuk menempati lahan PT KAI.
“Dulu era bapak saya, warga diundang oknum untuk membeli kaplingan lahan di sini. Kami ada surat jual beli tanah ini, harusnya ada ganti yang sepadan,” ujarnya.
(win)