RASIKAFM.COM | UNGARAN – Kecukupan air menjadi faktor paling krusial dalam keberhasilan produksi pertanian. Namun, Kabupaten Semarang masih menghadapi tantangan besar terkait infrastruktur irigasi yang belum memadai, sehingga berdampak langsung terhadap pasokan air bagi lahan pertanian.
Kepala Dinas Pertanian, Perikanan, dan Pangan Kabupaten Semarang, Muh Edy Sukarno, menyebut kerusakan jaringan irigasi cukup meluas dan menjadi kendala utama dalam mendukung produktivitas sektor pertanian, terutama tanaman padi.
“Infrastruktur pertanian kita banyak yang rusak. Irigasi sekunder saja lebih dari 200 kilometer yang rusak, irigasi tersier lebih dari itu, dan yang belum terbangun jauh lebih banyak. Kalau saluran irigasi rusak, debit air yang dialirkan juga terganggu,” ujarnya saat ditemui di kantornya, Jumat (8/8/2025).
Edy mengungkapkan, perbaikan saluran irigasi membutuhkan anggaran yang besar. Namun, ia bersyukur atas kebijakan Presiden Prabowo yang mendorong kolaborasi antara Kementerian PUPR dan Kementerian Pertanian dalam pembangunan infrastruktur irigasi yang terintegrasi.
“Ke depan pembangunan saluran air ini akan dibuat linier. Jadi saat waduk dibangun, saluran primernya, sekundernya, hingga tersiernya juga terkoneksi. Tidak lagi seperti selama ini, dibangun sekunder di wilayah A tapi tersiernya di B, tidak nyambung,” jelasnya.
Hingga saat ini, data kerusakan irigasi secara lengkap masih berada di Dinas Pekerjaan Umum. Sementara itu, Dinas Pertanian berencana melakukan pendataan mandiri pada tahun 2026. Kerusakan irigasi dilaporkan terjadi merata di 19 kecamatan, terutama di wilayah dengan hamparan sawah yang luas.
Di tengah kendala tersebut, Kabupaten Semarang juga tengah berupaya meningkatkan Luas Tambah Tanam (LTT) melalui bantuan alat dan mesin pertanian (alsintan). Target LTT tahun ini naik menjadi 42.000 hektare dari sebelumnya 41.000 hektare.
“Target ini berat karena tidak semua lahan pertanian memiliki saluran irigasi. Dari 19.500 hektare lahan baku sawah, sekitar 6.000 hektare masih bergantung pada tadah hujan. Ini tersebar di Kecamatan Bancak, Bringin, Suruh, dan Pabelan,” lanjutnya.
Sebagai alternatif pemenuhan air di lahan tadah hujan, pemerintah daerah juga mencoba mengembangkan program sumur dalam bertenaga surya. Namun, menurutnya, biaya yang besar menjadi tantangan tersendiri.
“Targetnya satu sumur untuk 10 hektare, tapi biaya per unit bisa sampai Rp350 juta. Kita belum bisa masif karena keterbatasan dana. Sumur dangkal juga belum tentu efektif karena karakteristik tanah dan kedalaman air berbeda-beda,” ujarnya.
Upaya lain yang dilakukan adalah uji coba penanaman padi varietas genjah berumur pendek. Varietas ini hanya membutuhkan waktu 85 hari untuk panen, dibandingkan varietas biasa yang bisa mencapai 120 hari.
“Kita mulai uji coba varietas ini di Kecamatan Susukan seluas 600 hektare, meskipun masih skala demplot. Di Colomadu bahkan petani bisa panen hingga empat kali dalam setahun,” katanya.
Di sisi lain, Dinas Pertanian juga akan menggiatkan kembali gerakan pengendalian hama, terutama hama tikus yang menyerang sekitar 400 hingga 600 hektare sawah setiap tahun. Salah satu solusi yang digencarkan adalah pemasangan rumah burung hantu (rubuha) sebagai predator alami.
“Satu rumah burung hantu bisa mengcover 5 hektare. Kalau kita punya 19.500 hektare lahan baku, kebutuhannya sangat banyak. Tapi harapannya ini bisa menekan serangan hama dengan cara yang lebih cerdas dan ramah lingkungan,” pungkas Edy. (win)