Penyebab kenaikan harga telur saat ini lebih dikarenakan permintaan yang cukup tinggi sementara ketersediaannya terbatas.
Menurut pengusaha ayam petelur Sigit Waryono, saat pandemi Covid-19 banyak pengusaha yang kolaps. “Karena hal tersebut, populasi ayam petelur menurun hingga 50 persen karena pengusahanya off. Ini menyebabkan suplai telur juga mengalami penurunan sehingga harganya naik saat kebutuhan tinggi,” jelasnya kepada media.
Sigit mengatakan, pengusaha yang tak punya bisnis lain dan kolaps, saat ini kebanyakan sedang bangkit kembali. “Istilahnya kemarin off untuk menyelamatkan modal. Sekarang keadaan sudah membaik, mulai bisnis lagi telur ayam,” paparnya.
Namun, kebangkitan tersebut tak bisa sertamerta karena ayam petelur membutuhkan proses. “Misal kita beli ayam usia 13 minggu, itu baru akan bertelur setelah tiga bulan. Jadi selama tiga bulan, pasokan telur belum normal,” kata Sigit.
Sigit mengatakan saat ini dirinya menjual telur di kisaran harga Rp 27.000 hingga Rp 28.000 per kilogram. “Kalau harga normal, dengan harga pullet (ayam muda) yang sekarang juga melambung tinggi, maka harga normal ada di kisaran Rp 24.000 sampai Rp 26.000,” paparnya.
Dia memperkirakan kenaikan harga telur tak akan berlangsung lama. “Menurut saya ini siklus saja, tidak lama lagi akan normal telah peternakan normal dan pasokan telur kembali seperti biasa,” kata Sigit yang memiliki 50.000 ayam petelur ini.
Sementara seorang ibu rumah tangga, Parti mengatakan di tukang sayur keliling, harga telur setengah kilogram Rp 16.000. “Kalau satu kilo Rp 31.000, memang ini harganya naik terus. Padahal telur menjadi menu favorit karena hampir setiap hari dimasak,” kata dia.