RASIKAFM.COM | UNGARAN – Desa Nyatnyono adalah sebuah desa yang berada di lereng puncak Suroloyo yang merupakan bagian dari Gunung Ungaran, tepatnya di Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten Semarang. Wilayah ini dikenal sebagai desa wisata berbasis religi. Di sini terdapat makam waliyullah Hasan Munadi dan putranya Hasan Dipuro yang merupakan leluhur sekaligus penyebar agama Islam.
Tak hanya makam, di desa ini juga terdapat jejak peninggalan berupa Masjid Subulussalam dan Sendang Kalimah Toyyibah yang dikeramatkan oleh masyarakat. Disampaikan oleh juru kunci sendang Ahmaji, berbicara soal sejarah Masjid Subulussalam tidak bisa lepas dari Sendang Kalimah Toyyibah. Hal itu diketahui dari bagaimana perkembangan masjid dari awal berdiri hingga sekarang. Awalnya masyarakat setempat berencana ingin merenovasi masjid sebab beberapa bagian bangunan berumur 500 tahun ini sudah lapuk dimakan usia.
“Namun untuk mewujudkan hal itu, kendala yang dihadapi adalah pendanaan. Kondisi ekonomi warga sangat minim, sementara kondisi masjid memprihatinkan,” kata Ahmaji.
Menghadapi persoalan itu, warga kemudian berembug mencari solusi. Musyawarah yang dilakukan mencapai mufakat bahwa sebelum renovasi dilakukan, warga terlebih dahulu akan sowan kepada KH Ahmad Abdul Haq Dalhar (Mbah Mad) di daerah Watucongol dan KH Abdul Hamid di daerah Kajoran, Magelang. Tujuannya untuk dimintai doa restu agar diberi keselamatan mengingat yang mau direnovasi bukan sembarang masjid tapi peninggalan wali dan masjid tertua saat itu.
“Alhamdulillah beliau berdua bisa rawuh di Nyatnyono sebelum renovasi kemudian berdoa bersama warga. Selesai berdoa, keduanya memberikan tausiyah agar keperluan pendanaan renovasi masjid jangan dimintakan kepada siapapun. Mbah Hasan iku wali sugih, mbesok duite mili koyo banyu (Mbah Hasan itu wali kaya, besok uangnya mengalir seperti air),” terangnya.
Mendengar wejangan itu masyarakat menjadi kebingungan. Renovasi masjid tentu memerlukan biaya yang cukup besar, sedangkan kondisi ekonomi warga sangat tidak mendukung. Suatu hari ada orang yang sowan kepada KH Abdul Hamid bermaksud berihtiar mencari pengobatan atas penyakit yang dideritanya. Oleh beliau kemudian ditunjukkan di sebelah utara makam Mbah Hasan Munadi ada sebuah sumber mata air dan disuruh mandi di sana.
“Atas izin Allah SWT, penyakitnya sembuh. Dari situlah Sendang Kalimah Toyyibah ini menjadi ramai lalu dibuatlah semacam kotak amal sukarela bagi para peziarah yang datang. Alhamdulillah bisa untuk merenovasi masjid, ” urainya.
Mengenai penamaan Sendang Kalimah Toyyibah, diberikan secara langsung oleh KH Ahmad Abdul Haq Dalhar dan KH Abdul Hamid. Kalimah Toyyibah memiliki arti kalimat (perkataan) yang baik, sehingga orang yang mau berziarah dan mengalap barokah dari waliyullah Mbah Hasan Munadi sebaiknya membaca kalimat yang baik. Tata tertib saat hendak membersihkan diri di Sendang Kalimah Toyyibah adalah tidak boleh telanjang. Kemudian wanita yang baru udzur (datang bulan) tidak diperkenankan masuk ke sendang.
“Di bagian depan juga telah ditulis mengenai doa yang harus dibaca terlebih dahulu, alhamdulillah banyak yang diijabah. Pengunjung juga boleh membawa pulang air, tidak dibatasi,” kata Ahmaji.
Fasilitas bagi para peziarah yang datang ke Sendang Kalimah Toyyibah antara lain penyewaan sarung dan penginapan. Anda cukup mengeluarkan uang Rp 2.000 untuk menyewa sarung. Sedangkan penginapan dikenakan tarif Rp 400ribu untuk setiap rombongan dalam 1 bis. Pada hari biasa, jumlah pengunjung jika dirata-rata mencapai 6 rombongan bisa atau 300 orang per hari. Jumlah itu belum termasuk peziarah lokal yang datang mengendarai sepeda motor dan mobil pribadi.
Di bulan Ramadan seperti saat ini, peziarah akan ramai berkunjung di kompleks makam wali Hasan Munadi pada malam ke-20 dan 21. Sebab, sejumlah kegiatan akan digelar seperti haul, ziarah dan tumpengan.
“Biasanya tamu dari luar kota seperti Demak, Kendal, dan sekitarnya banyak ke sini pas malam selikuran (21 Ramadan),” paparnya. (win)