Hal tersebut terungkap saat BPC HIPMI Kota Salatiga bersama HIPMI Perguruan Tinggi Kota Salatiga menggelar Webinar Series dengan tema “PPKM Berkepanjangan dan Dampaknya Terhadap Dunia Usaha”. Kegiatan tersebut dilaksanakan secara daring dengan peserta dari berbagai wilayah di Jawa Tengah. Senin 1.8.21
Webinar Series ini menghadirkan Ketua Umum BPD HIPMI Jawa Tengah, Billy Dahlan yang sekaligus adalah Presiden Direktur DAFAM Group dan Willson Therik, Ketua Prodi Studi Pembangunan Pasca Sarjana UKSW sekaligus Ketua Disaster Center UKSW sebagai pemantik diskusi. Hadir juga dalam webinar ini Dewan Pembina HIPMI Kota Salatiga Panji Hanief Gumilang, SE,.M.M.
“Webinar ini dimaksudkan sebagai bentuk kegelisahan kami atas kebijakan penanganan pandemi covid-19 yang tidak jelas dan terkesan gamang. Sebagai pelaku dunia usaha, kami ingin menyuarakan kegelisahan” demikian papar Jatmika, Ketua Umum BPC HIPMI Kota Salatiga yang menjadi moderator webinar.
Billy Dahlan menuturkan bahwa Dunia Usaha sangat terdampak oleh kebijakan penanganan Pandemi Covid-19 ini. “ Pelaku usaha perlu kepastian. Perlu kejelasan arah kebijakan penanganan Covid ini. Jika arahnya pada herd immunity, perlu disampaikan sampai kapan bisa diwujudkan, sehingga pelaku usaha bisa membuat perencanaan dan respon kondisi secara tepat.
Selain itu Pemerintah selaku pemegang otoritas juga semestinya mengeluarkan kebijakan relaksasi bagi dunia usaha” demikian penuturan Billy Dahlan. Billy menyoroti adanya ketidakadilan ketika Bank Milik negara membukukan keuntungan yang meningkat dibanding tahun 2020 sedangkan kredit kepada dunia usaha tidak mendapatkan relaksasi.
“ PMK tidak berpihak kepada penyelamatan dunia Usaha. Mestinya Pemerintah secara tegas mengatur suku bunga kredit yang memberikan ruang bernafas bagi para pelaku usaha. Ironis ketika kami para pengusaha sedang kesulitan menghadapi dampak pandemi dan kebijakan penanganan pandemi namun perbankan justru meraup keuntungan” lanjut Billy.
Sementara itu Willson secara terbuka menyatakan bahwa Pemerintah gagal menangani Pandemi Covid-19. Kebijakan-kebijakan yang diambil Pemerintah menunjukkan kebingungan. “ Sejak awal, Pemerintah telah salah mengambil langkah. Saat possitive rate masih rendah semestinya dilakukan karantina atau lockdown sebagaimana arahan Undang-undang Kekarantinaan Kesehatan. Saat masih sedikit dan baru di beberapa wilayah akan lebih mudah dilakukan karantina dan mampu ditangani dengan APBN. Tetapi justru di awal pandemi, Pemerintah malah mikir Ekonomi. Saat mestinya fokus pada kesehatan.” Ulas Willson. Lebih lanjut Willson juga menilai bahwa semakin hari kebijakan Pemerintah semakin tidak jelas. “ Pemadaman lampu, gerakan hari minggu di rumah saja, apakah efektif untuk menanggulangi covid? Kebijakan-kebijakan itu sangat aneh dan justru menunjukkan kebingungan Pemerintah” pungkasnya.
Pada akhir pernyataannya Willson mengutarakan bahwa pilihan yang mesti dilakukan pemerintah adalah fokus pada 3T: Test, Telusur dan Tindaklanjut. “Pemerintah perlu menggratiskan test bagi seluruh warga negara, memastikan ketersediaan vaksin dan mengawal pencapaian Herd Immunity”
Pada kesempatan tersebut, Billy Dahlan selaku ketua HIPMI Jawa Tengah menyatakan komitmennya untuk terus menyuarakan kritik dunia usaha pada kebijakan-kebijakan yang dinilai tidak tepat. “ meskipun kritik saat ini dianggap political incorect, tetapi harus ada yang berani untuk bersuara. Kita tahu bersama BPP HIPMI sendiri cenderung apa kata Presiden. Maka saya mengajak kepada kawan-kawan HIPMI di Jawa Tengah khususnya dan Indonesia Umumnya untuk menyuarakan kritik dan kegelisahan kita”. (rief)