RASIKAFM.COM | SEMARANG – Wacana penandaan kuliner di Jawa Tengah kembali mencuat setelah Wakil Gubernur mengusulkan konsep “Non-Halal Food Corner”. Ide ini dianggap sebagai bentuk kebalikan dari praktik di luar negeri, di mana biasanya tersedia “Halal Food Corner” untuk memudahkan umat Muslim mencari makanan sesuai syariat.
“Kalau di negara mayoritas non-Muslim, label halal sangat membantu. Nah, di Jawa Tengah, mayoritas makanan sudah halal, jadi yang perlu diberi label justru yang non-halal. Ini soal keterbukaan informasi bagi konsumen,” ujar Wakil Gubernur.
Menurutnya, penandaan atau pemisahan lokasi khusus untuk kuliner non-halal akan memberi manfaat ganda: memudahkan wisatawan non-Muslim mencari menu tertentu, sekaligus membantu konsumen Muslim memastikan kehalalan makanan. “Prinsipnya transparansi, bukan pembatasan,” tambahnya.
Wacana ini bergulir di tengah berlangsungnya Festival Jateng Syariah (FAJAR) 2025 yang digelar Bank Indonesia (BI) pada 14–17 Agustus 2025 di Queen City Mall, Semarang. Mengusung tema “Sinergi Ekonomi dan Keuangan Syariah melalui Pengembangan Halal Value Chain untuk Memperkuat Stabilitas dan Kemandirian Ekonomi Jawa Tengah”, FAJAR 2025 menjadi ajang penguatan ekosistem produk halal, keuangan syariah, serta literasi dan inklusi masyarakat.

Kepala Perwakilan BI Jawa Tengah, Rahmat Dwisaputra, mengatakan FAJAR 2025 dirancang untuk mendorong sektor riil dan keuangan syariah berjalan beriringan. “Pembiayaan produktif bagi pelaku usaha syariah harus semakin kuat, sehingga tercipta ekosistem yang berkelanjutan,” jelasnya.
Acara ini melibatkan berbagai pihak, mulai dari Pemprov Jateng, Kementerian Agama, MUI, Baznas, pondok pesantren, lembaga zakat dan wakaf, hingga akademisi dan komunitas bisnis. FAJAR 2025 juga menjadi bagian dari rangkaian road to Festival Ekonomi Syariah (FESyar) Jawa dan Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF). (hrs-wd)