SEMARANG – Oknum dokter berinisial DP yang menjadi tersangka kasus penyimpangan seksual menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Negeri Semarang, Rabu (22/12/2021).
Jaksa Penuntut Umum, Novie Amalia Nugraheni mengatakan, dalam sidang tersebut, DP dituntut enam bulan penjara atas kejahatan seksual dengan cara mencampurkan sperma ke dalam makanan istri teman sejawatnya.
[irp posts=”20094″ name=”Seorang Dokter Ditetapkan Tersangka Usai Lecehkan Istri Teman Dengan Campurkan Sperma Ke Makanan”]
Akan tetapi, ia tidak bisa menjelaskan secara detail apa yang menjadi pertimbangan Hakim dengan memberikan DP tuntutan enam bulan penjara.
“Nanti yang berwenang untuk menjelaskan pimpinan kami aja,” ujarnya saat ditemui usai sidang tuntutan.
Sementara itu, pihak terlapor bersama kuasa hukumnya enggan memberikan tanggapan ketika dimintai keterangan oleh awak media ketika sedang menjalani proses sidang perkara dengan nomor perkara: 682/Pid.B/2021/PN Smg.
Disisi lain, pendamping korban dari Legal Resource Center untuk Keadilan Jender dan Hak Asasi Manusia (LRC-KJHAM), Nia Lishayati menyayangkan hasil tuntutan yang didapat oleh oknum dokter tersebut.
Padahal, menurutnya, terduga pelaku telah melanggar kesusilaan dan harus dijerat sebagaimana pasal 281 KUHP dengan ancaman pidana maksimal 2 tahun 8 bulan.
“Hanya 6 bulan (penjara). Padahal kalo kita lihat Pasal 281 itu ancaman pidanya maksimal 2 tahun 8 bulan penjara tapi ini nggak ada seperempatnya. Apalagi ini dilakukan oleh oknum dokter yang sedang menempuh pendidikan dokter spesialis. Artinya keterulangan itu bisa saja terjadi ketika kasus ini dibiarkan dan tidak memberikan efek jera bagi pelaku,” paparnya.
Ia pun berharap kepada Pengadilan Negeri Semarang untuk bisa memberikan tuntutan yang maksimal terhadap tersangka penyimpangan seksual ini. Mengingat korban saat ini masih mengalami trauma akibat prilaku yang dilakukan oleh oknum dokter berinsial DP tersebut.
“Berharap sekali kepada pengadilan negeri semarang bisa memtus maksimal terhadap kasus ini yaitu 2 tahun 8 bulan,” katanya.
“Korban saat ini masih melakukan pemulihan psikologis kemudian diakseskan lagi oleh psikiater,” tambahnya.