RASIKAFM – Mantan Kepala SMK Pelayaran di Semarang, diduga telah melakukan tindak pidana korupsi terkait dana bantuan pengembangan Sekolah sebesar kurang lebih Rp. 1 Milyar. Mantan kepala sekolah tersebut saat ini ditetapkan sebagai tersangka.
Bantuan senilai Rp 1 miliar tersebut bersumber dari Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun anggaran 2016.
Untuk mengetahui kelanjutan kasus tersebut, pihak Yayasan Pendidikan Pembangunan (YPP) Semarang yang menaungi SMK Wira Samudera dan komite sekolah mendatangi Cabjari. Tujuannya, untuk mempertanyakan proses hukum dan status bekas kepala sekolahnya tersebut.
“Sudah ditetapkan tersangka pada 14 April 2021. Saat ini sedang proses penyidikan. Pendalaman dan pemeriksaan saksi-saksi masih kami lakukan,” kata ketua tim penyidik Cabjari (Cabang Kejaksaan Negeri) Semarang, Dewi Rahmaningsih N seperti rilis yang diterima, Jumat (27/8/2021).
Total sudah ada sekitar 20 saksi yang telah dipanggil untuk proses pemeriksaan. Tersangka saat ini masih menjadi guru di satu sekolah kejuruan pelayaran di Cirebon, yakni SMK Pelayaran Buana Bahari.
Meski ditetapkan sebagai tersangka, Mantan Kepala SMK Wira Samudera Semarang berinisial AJP (54) tidak ditahan. Alasannya, tersangka dianggap kooperatif dalam proses pemeriksaan penyidik Cabang Kejaksaan Negeri (Cabjari) Kota Semarang di Pelabuhan Semarang.
“Belum ditahan, karena kooperatif, setiap dipanggil langsung datang besoknya, tidak mungkin tidak. Lalu yang bersangkutan ada penyakit jantung, ada surat keterangan bahwa berobat ke rumah sakit untuk medical check up,” jelasnya.
Terkait lamanya proses penetapan tersangka, tim penyidik menuturkan, sempat terhambat dengan adanya kebijakan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Proses pemeriksaan saksi dari luar kota sempat tertunda selama beberapa pekan.
AJP disangkakan Pasal 2 Ayat 1 juncto Pasal 18 Undang Undang No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang No 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Seperti diketahui, pihak sekolah dan yayasan melaporkan AJP pertama kali pada Oktober 2019.
“Ini kan penanganan sejak 2019, sudah dua tahun. Makanya kami menanyakan prosesnya sudah sampai mana, kami menanyakan perkembangannya,” kata Ketua Komite SMK Wira Samudera Semarang, Zainal Abidin Petir.
Ia menuturkan modus yang dipakai tersangka yakni pura-pura membelanjakan uang bantuan tersebut untuk membeli sarana dan prasarana sekolah semisal mebeler, peralatan dek, peralatan kapal niaga.
“Namun tersangka membuat laporan pertanggung jawaban keuangan fiktif. Yang dilaporkan dalam SPJ (surat pertanggung jawaban) merupakan barang-barang yang sudah ada di sekolah,” jelasnya.
Pihak sekolah dan yayasan pun sempat mendatangi pihak ketiga dalam pengadaan peralatan dan perlengkapan hasil bantuan tersebut. Ternyata benar bahwa tersangka tidak membeli perlengkapan yang ada dalam SPJ.
“Stempel, legalitas, dan sebagainya dari pihak ketiga itu memang ada. Tersangka memberikan fee untuk memperoleh tanda legalitas dari CV (pihak ketiga), namun barangnya tidak dibeli,” imbuhnya.