Bahkan tak dapat dipungkiri masih ada tempat dengan kesadaran vaksinasi yang masih rendah. Hal itu bisa terjadi karena terbatasnya akses seperti halnya kalangan lansia. “Lansia ini memang agak lambat. Lalu juga difabilitas, ibu hamil, penderita komordibitas. Ini memang kecepatannya enggak seperti yang lain,” sambung Yuli.
Dengan demikian, strategi jemput bola harus dilaksanakan secara simultan bersama. Seperti halnya, dari kabupaten/kota termasuk yang di puskesmas, sampai tingkat kecamatan. Yuli menyebut basis pelayanan vaksinasi itu harus di komunitas yang lebih rendah. Contohnya di tingkat RW, RT, desa, kelurahan, dan semacam itu.
Sebab, pola sentra vaksinasi yang ada di ibu kota atau di kota-kota di Jateng, kata Yuli, itu sudah cukup dan jangan ditambah lagi. Bahkan, kalau ada kolaborator yang ingin membantu vaksinasi, pemprov minta pelayanannya itu dilakukan di komunitas. Para kolaborator vaksin hendaknya tidak membuka vaksinasi di ibu kota.
“Akhir-akhir ini masih banyak yang ingin membantu sebagai kolaborator. Tetapi saya sarankan jangan mendirikan sentra vaksin lagi di kota. Tapi pelayanan jemput bola ke komunitas,” ujarnya.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengatakan pihaknya masih terus bergerak melakukan percepatan vaksinasi. “Saya sampaikan kepada kawan-kawan bupati/wali kota agar sampai dengan Desember kita kebut vaksinnya,” kata Ganjar.
Ganjar juga tak henti-hentinya mengingatkan masyarakat tetap mengenakan masker. Bahkan, di seluruh tempat publik hendaknya ketaatan protokol kesehatan tetap diperhatikan. “Satpol PP-nya tetap jalan, minta bantuan TNI-Polri, jadi edukasinya tetap mengingatkan terus-menerus sambil vaksinnya digenjot terus-menerus,” imbuhnya.