UNGARAN – Negara Indonesia menjadi salah satu dari enam negara yang diizinkan kembali berkunjung ke Arab Saudi tanpa harus transit terlebih dahulu ke negara ketiga. Izin masuk itu akan berlaku mulai 1 Desember 2021 ini. Dengan pencabutan suspend tersebut, maka praktis keran perjalanan ibadah umrah juga akan kembali dibuka.
Menyikapi hal itu, Direktur PT Haninda Utama Tour and Travel Ahmad Hanik menuturkan pihaknya menyambut baik keputusan tersebut. Meski demikian ia tak ingin gegabah untuk segera memberangkatkan jemaah umrah yang harus tertunda keberangkatannya sejak dua tahun lalu. Ia masih menunggu kesiapan sarana prasarana dari Pemerintah Pusat terlebih dahulu.
“Belajar dari bulan September kemarin, ternyata setelah jemaah umrah diberangkatkan masih ada kendala. Barcode vaksinasi aplikasi PeduliLindungi jemaah kita ternyata tidak sinkron dengan aplikasi Tawakkalna yang ada di Arab Saudi. Sehingga antriannya panjang dan berjubel,” terang Hanik saat ditemui di kantornya, Rabu (1/12/2021).
Kemudian yang kedua, lanjut Hanik, persyaratan terkait vaksinasi booster atau dosis ketiga bagi jemaah juga menjadi kendala. Menurutnya jika vaksinasi booster dilaksanakan di Arab Saudi, ia khawatir bisa mengganggu pelaksanaan ibadah umrah terutama bagi jemaah yang daya tahan tubuhnya lemah.
“Kami meminta vaksinasi boosternya dilaksanakan di Indonesia, sehingga jika ada efek sampingnya tidak mengganggu pelaksanaan ibadah. Jika semua itu bisa dipenuhi, ada sinkronisasi antara Kemenag, Kemenkes dan Pemerintah Arab Saudi kami siap berangkat,” kata dia.
Terkait pencabutan suspend tersebut, Hanik menjelaskan segera akan melaksanakan sosialisasi mengenai persyaratan yang harus dipenuhi kepada 75 calon jemaah umrah yang hingga kini tertunda keberangkatannya.
“Sosialisasi tetap akan kita laksanakan meski kami belum akan memberangkatkan tahun ini. Intinya kami masih menunggu kepastian, kasihan jemaah kalau kita putuskan berangkat ternyata masih ada kendala lagi,” urainya.
Hanik mengakui, pelaksanaan ibadah umrah di masa pandemi ada beberapa penyesuaian. Salah satunya mengenai biaya.
“Ada kenaikan biaya sebesar 30 persen. Hal itu untuk memenuhi syarat protokol kesehatan. Misalnya hotel yang biasanya satu kamar 4 orang, maksimal 2 orang. Demikian pula bus untuk akomodasi jemaah juga dibatasi kapasitasnya 50 persen. Otomatis ada penambahan fasilitas yang tidak mungkin ditanggung oleh biro penyelenggara umrah,” paparnya. (win)