SEMARANG – Pengadilan Negeri Semarang dari surat bernomor W12.UI/73/Pdt.04.01/6/2022 tertanggal 10 Juni 2022 Semarang akan mengeksekusi dugaan penyerobotan tanah dan bangunan di Jalan Gang Tengah No.73 yang dilakukan oleh Perkumpulan Siang Boe.
Yayasan Tunas Harum Harapan Kita (THHK) yang mengaku selama ini dikuasakan untuk mengelola tanah tersebut mempertanyakan kebijakan tersebut dan akan menempuh jalur hukum. Pasalnya, Pengadilan Negeri Semarang akan melakukan eksekusi disaat kasus yang saat ini berjalan banding atau belum inkracht.
“Kalau Pengadilan Semarang tetap melakukan eksekusi, ini merupakan perbuatan melawan hukum. Pasalnya, kami masih melakukan upaya hukum banding dan kasus tersebut belum memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht),” ujar Kuasa Hukum Derden Verzet, Nico Arief Budi Santoso, kepada wartawan, Minggu (12/6/2022) malam.
Nico menjelaskan, sejak dulu tanah Jalan tersebut tersebut memang milik Tionghoa Hwe Kwan yang berdiri sejak 1907 dan saat ini dikuasakan kepada Sindu Dharmali dan alumni sekolah THHK untuk merawat dan mengelola. Bukan atas Perkumpulan Siang Boe ataupun Yayasan Tunas Harum Harapan Kita.
Hal itu diperkuat dengan adanya surat keterangan dari Balai Harta Peninggalan (BHP) Semarang yang menyatakan bahwa objek sengketa adalah tanah eigendom verponding milik Tionghoa Hwe Kwan. Sebagai informssi, Eigendom verponding ini adalah salah satu status hukum pertanahan pada masa penjajahan Belanda.
Sementara itu lanjut Nico, pada perkara Nomor 27/Pdt.Eks/2021/PN Smg telah terjadi kesalahan dalam subjek hukum yang dipermasalahkan. Pasalnya, tanah dan bangunan yang akan dieksekusi bukan milik Yayasan THHK pimpinan Edy Boentoro seperti digugat Perkumpulan Siang Boe.
“Perkumpulan Siang Boe mengklaim tanah dan bangunan di Jalan Gang Tengah No. 73 merupakan milik dengan menggugat Yayasan THHK pimpinan Edy Boentoro. Padahal Yayasan THHK bukan pemilik subjek sengketa, ini merupakan kasalahan dalam menentukan subjek hukumnya,” paparnya.
“Tanah itu dikuasakan pengelolaanya kepada Bapak Sindu Dharmali sampai pembayaran PBB oleh THHK hingga sekarang. Subjek hukum hingga saat ini digunakan untuk kegiatan sosial para alumni THHK. Tapi Perkumpulan Siang Boe menggugat Yayasan THHK pimpinan Edy Boentoro. Ini tidak ada kaitannya dan ini kesalahan Pengadilan dalam menentukan perkara, ada apa dengan Pengadilan,” tambahnya.
Disisi lain, Nico mengaku bingung dan mempertanyakan terbitnya sertifikat Perkumpulan Siang Boe kepemilikkan tanah dan bangunan Subjek Hukum berdasarkan Sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor 2102 yang diklaim oleh Perkumpulan Siang Boe. Oleh karena itu, pihaknya menduga ada manipulatif dalam kepengurusan sertifikat yang dilakukan oleh Perkumpulan Siang Boe.
“Harus ada dokumen-dokumen lain seperti Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan surat ukur untuk mengurus sertifikat. Tapi selama ini yang membayar pajak adalah kita. Ditambah tidak ada pengukuran yang dilakukan BPN (Badan Pentanahan Nasional) tapi sudah muncul sertifikat. Gimana coba,” katanya.
Oleh karena itu, Nico bersama alumni sekolah THHK berencana akan membawa kasus tersebut ke Mahkamah Yudisial. Hal itu dilakukan karena adanya dugaan permainan dalam memutuskan perkara gugatan Perkumpulan Siang Boe.
“Dalam melakukan perlawanan rencana eksekusi oleh PN Semarang kita tidak bisa berbuat banyak, upaya kita saat ini menunggu keputusan banding kita. Kita akan melaporkan kasus ini ke Mahkamah Yudisial dan melaporkan dugaan pemalsuan dokumen ke Kepolisian,” imbuhnya.