Sedikitnya 75 Sinode dari Gereja Protestan Maluku (GPM) tiga hari menjadi santri di Pondok pesantren Edi Mancoro, Tuntang, Kabupaten Semarang. Kedatangan rombongan Sinode dari Maluku untuk belajar hidup bersama dengan para santri.
Ketua Sinode Gereja Protestan Maluku Elivas Maspaitella mengaku tujuan ia datang ke Ponpes Edi Mancoro sebab ada satu pekerjaan rumah dalam membangun Maluku yang damai yaitu sharing spiritual.
“Jadi itu bagi kami hanya bisa terjadi jika kita berjumpa dan hidup langsung atau life in,” ungkapnya kepada wartawan Rabu (14/9/2022).
Diakuinya Pondok pesantren dipilih karena ada satu Corak yang sangat penting. Yakni bagaimana pimpinan pondok membimbing santri secara intensif. Proses mereka bertumbuh adalah proses berbagai hidup dalam pondok pesantren.
“Kalau pendeta datang dan mondok, itu jauh lebih baik. Jadi kami tidak memandang saudara-saudara yang lain itu dari luar. Jadi kami masuk ke dalam dan mondok menjadi santri ya. Jadi kami ini santri pendeta,” katanya sambil ketawa.
Dikatakan Elivas tujuan hidup bersama dengan santri adalah untuk mendalami dan mengenal sebagai kekayaan spiritual. Selain itu, meyakinkan masyarakat di level bawah bahwa hidup bersama akan memperkuat relasi, saling memahami, saling membantu, sehingga akhirnya saling menerima.
“Agama-agama di Indonesia butuh itu. Kami merasa ini pengalaman baik. Kami tidak berbagai teori perdamaian tapi berbagi cara hidup bersama dengan cara Santri,” terangnya.
Acara yang berlangsung Senin-Rabu 12-14 September 2022 itu Elivas datang bersama 75 Sinode terdiri dari majelis pekerja harian sinode. Para pimpinan 34 Klasis di Maluku dan Maluku Utara, yakni ketua dan sekretarisnya.
Elvias membeberkan kegiatan hidup bersama dengan pemeluk agama lain sebelumnya di Maluku sudah pernah dilakukan. Pendeta tinggal di rumah muslim tahun 2005 pada saat pasca konflik Maluku. Saat ini pihaknya belajar dari kekayaan spiritual di pondok pesantren Edi Mancoro.
“Kami tidak mengenal saudara muslim dari apa yang kami dengar. Kami mengenal karna kami hidup bersama. Itu penting jadi tidak melihat dari jauh. Kami masuk kedalam dan berjumpa langsung. Kami rasa seperti pulang ke rumah dan itu mungkin yang disebut rumah Indonesia,” ungkapnya.
Sementara pengasuh pondok pesantren Edi Mancoro Muhammad Hanif mengaku kegiatan belajar bersama dengan Sinode Gereja protestan Maluku itu salah satunya adalah diskusi terkait dengan kepemimpinan pesantren dan membangun kepemimpinan berakhlak yang berbasis religius.
“Malam hari tadi meet and great antara para pendeta dengan para santri. Untuk mengakrabkan serta mendalami bagaimana pendeta kehidupan santri dan pesantren dan sebaliknya santri kadang juga pengen tau ya bagaimana kehidupan pemimpin agama Kristen dalam hal ini pendeta,” jelasnya.
Dikatakan sebagai penutup rangkaian acara, hari ini ada penanaman pohon bersama. Sebagai simbol merawat lingkungan bersama. Karena menurutnya bicara kerukunan agama tidak hanya isu-isu keagamaan saja. Tapi penting membangun relasi kemanusiaan sosial dan budaya sehingga bisa mewujudkan Indonesia yang damai dan rukun. Pertemuan singkat itu diharapkan bisa berkontribusi dalam menebarkan perdamaian secara umum.
“Baik kalangan santri mengenalkan tentang keragaman. Serta temen dari pendeta mengenal keragaman dan bisa ngerti model pendidikan ala pesantren,” tandasnya.