UNGARAN – Jawa Tengah diklaim oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menduduki peringkat pertama jumlah korban terbanyak atas aksi terorisme yang terjadi. Atas hal itu BNPT masih terus melakukan upaya rekonsiliasi antara mantan narapidana terorisme dengan para korban.
“Upaya itu untuk mengembalikan kondisi psikologi para pelaku dan korban,” ujar Direktur Deradikalisasi BNPT Irfan Idris di Bandungan, Kabupaten Semarang baru-baru ini.
Dikatakan Irfan, rekonsiliasi tersebut sudah dilaksanakan dua kali. Pertama pada Februari 2016 yang mempertemukan 145 mantan narapidana terorisme dengan 51 korban. Kemudian tahun ini rekonsiliasi dilakukan di Jawa Tengah.
“Jawa Tengah ini banyak, ada 20 mantan napi terorisme dan 60 korban aksi terorisme,” jelasnya.
Menurutnya rekonsiliasi sangat dibutuhkan untuk menyembuhkan luka berbagai pihak.
“Tentunya ada yang cacat fisik, bahkan yang cukup ekstrim ada korban yang terpaksa mengganti organ matanya dengan kelereng,” katanya.
Pihaknya mengajak seluruh masyarakat untuk mencegah aksi ekstremisme, radikalisme, dan terorisme. Menurutnya, bisa jadi pelaku terorisme juga merupakan korban dari narasi-narasi sesat yang berseliweran di media sosial.
“Narasi-narasi baiat di media sosial yang tidak dipahami sehingga menjadi pelaku aksi bom bunuh diri di depan khalayak,” imbuhnya.
Sementara Wakil Gubernur Jawa Tengah Taj Yasin Maimoen yang saat itu hadir mengatakan rekonsiliasi adalah hal yang ditunggu semua pihak. Dia menilai gerakan rekonsiliasi ini bagian dari merawat NKRI.
“Alangkah indahnya jika penyintas dan mitra deradikalisasi bisa bersatu dan saling memengaruhi untuk membangun Indonesia yang lebih baik serta penuh perdamaian,” tuturnya. (win)