UNGARAN – Perempuan dan anak yang menjadi korban kekerasan sudah semestinya mendapatkan perlindungan. Mereka harus ditangani secara serius melalui pendampingan agar tak menyisakan trauma, baik fisik maupun psikis. Terkait hal itu, upaya pendampingan akan lebih optimal jika dilakukan secara terpadu di sebuah tempat yang memang dikhususkan untuk keperluan tersebut. Namun sayangnya, belum semua kabupaten/ kota memiliki shelter untuk penanganan dan perlindungan perempuan dan anak korban kekerasan, termasuk di Kabupaten Semarang.
Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Jawa Tengah, Samsul Ridwan melihat upaya penanganan berbagai kasus yang menempatkan perempuan dan anak sebagai korban di Kabupaten Semarang masih membutuhkan keseriusan dari jajaran pemangku kebijakan. Khususnya yang terkait dengan kebutuhan sumber daya manusia (SDM) yang memang memiliki kualifikasi serta sarana dan prasarana (sarpras) pendukung untuk memenuhi hak- hak para korban.
“Mestinya, Kabupaten Semarang ini sudah mempunyai shelter perlindungan perempuan dan anak yang mejadi korban,” ungkapnya di Ungaran, Jumat (16/9/2022).
Terlepas dari masih maraknya kasus- kasus kekerasan yang menimpa perempuan dan anak, keberadaan shelter ini menjadi penting sebagai bagian dari upaya kehadiran pemerintah dalam memberikan perlindungan. Selain itu, shelter juga dibutuhkan agar proses penanganan terhadap berbagai kasus kekerasan yang menimpa perempuan dan anak di daerah ini dapat diberikan dengan terpadu.
“Karena yang namanya shelter itu ada psikolognya, ada konsultasi dokternya, ada pendamping dan pekerja sosialnya (peksos) dan bahkan gedungnya yang juga tidak gampang dijangkau oleh orang lain,” jelasnya.
Oleh karena itu, lanjut Samsul, Pemkab Semarang perlu didorong untuk menyediakan shelter yang tupoksinya ada pada Dinas Sosial (Dinsos) dan Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Kabupaten Semarang. (win)