RASIKAFM.COM | SEMARANG - Ketua DPR RI Puan Maharani dijadwalkan akan menyampaikan pidato ilmiah bertajuk “Demokrasi dan Kepemimpinan Perempuan dalam Mewujudkan Indonesia Emas”, dalam Kongres Perempuan Nasional 2023, yang akan berlangsung di Kampus Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, mulai hari ini 24 Agustus sampai 26 Agustus 2023 mendatang.
Acara sendiri akan dibuka dengan seminar nasional pada hari kamis (24/8/23) dan pada hari terakhir akan diputuskan maklumat dan rekomendasi hasil.
‘’Rekomendasi hasil kongres akan diserahkan kepada Ketua DPR RI Puan Maharani pada 26 Agustus 2023. Selanjutnya Ketua DPR RI akan menyampaikan pidato ilmiah, sekaligus menutup rangkaian acara Kongres Perempuan Nasional,’’ ujar Ketua SC Kongres Perempuan Nasional 2023, Ida Budhiati, dalam keterangan persnya.
Seminar Nasional hari pertama berlangsung di Audotorium Prof Soedharto, menampilkan sejumlah narasumber, yakni I Gusti Ayu Bintang Darmawati, S.E., M.Si -Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI, yang berbicara tentang Perempuan dalam Tata Kelola Pemerintahan. Ada juga Prof. Dr. Dra. Sulistyowati Irianto, M.A -Antropologi Hukum, Fakultas Antropologi Universitas Indonesia, dijadwalkan hadir juga pembicara: Ir. Hj. Hevearita Gunaryanti Rahayu, M.Sos (Walikota Semarang), Hasyim Asy’ari, S.H, M.Si, PhD (Ketua KPU Pusat), dan Lolly Suhenty, S.Sos.I., M.H.( BAWASLU RI)
“Cukup banyak tokoh hadir. Ada sekitar 21 orang. Mulai dari ibu Menteri Pemberdayaan dan Perlindungan Anak, Ibu Bintang (I Gusti Ayu Bintang Darmawati), akademisi ada Profesor Sulistyowati Irianto dari Universitas Indonesia, ibu Puan (Puan Maharani, Ketua DPR RI),” tambah Ketua I Kongres Perempuan Nasional Mila Karmilah saat Media Gathering Kongres Perempuan Nasional.
Menurut Mila, kegiatan Kongres Perempuan Nasional urgen dilakukan. Sebab, ada banyak gap di tataran kebijakan, serta implementasi yang masih harus lebih didorong. Untuk itu, dibutuhkan dialog, diskusi untuk mengetahui gagasan dan ide.
Dia mencontohkan, saat kongres akan ada pengalaman baik atau buruk yang dialami oleh perempuan. Baik yang terkait dengan kebijakan, regulasi, atau layanan yang diterima oleh perempuan.
Terlebih mennyongsong tahun 2024, dan menyongsong tahun 2045. Harapannya, dalam waktu seabad ini, akan mengetahui kondisi dan potensi untuk menuju ke mana, dan sebagainya. Terkait kedaulatan pangan misalnya, Indonesia yang jika benar merupakan negara gemah ripah lohjinawi, tentu pangannya beragam. Bukan pada beras semata. Ada jagung, sagu dan lainnya.
“Jangan menyamaratakan yang disebut dengan pangan adalah beras. Kita bisa mengatakan kita berdaulat atas pangan. Supaya tidak ada lagi yang namanya ekspor beras,” ujarnya.
Kemudian ada juga untuk masalah kekerasan terhadap perempuan yang dari kacamatanya itu belum selesai sampai hari ini. Misalnya, kekerasan seksual, kekerasan berbasis media, kekerasan atas nama kebudayaan, dan atas nama adat istiadat. Belum lagi adanya pernikahan anak dan sebagainya yang masih sangat tinggi sehingga perlu untuk mendialogkan. Seperti halnya, apa masalahnya, peluangnya apa, tantangannya apa.
“Terus harus dipantau (rekomendasi yang dihasilkan di kongres). Jangan sampai berhenti pada even, berhenti pada kongres, tapi bagaimana kita memonitoring, mengevaluasi, bahwa maklumat atau rekomendasi yang kita tawarkan, yang kita berikan kepada pemimpin daerah atau calon pemimpin daerah, benar-benar bisa dilaksanakan. Kalau memang ada yang harus diperbaiki, mungkin kita bisa duduk-duduk bareng,” imbuhnya.