Merti Dusun Sleker, Getasan, Kabupaten Semarang berjalan dengan meriah. Ribuan orang tumpah ruah di jalan raya arah tempat wisata Kopeng. Acara yang diperingati setiap bulan Safar itu anak-anak, pemuda, sampai orang tua turut serta. Memeriahkan acara kirab budaya yang digelar Minggu (18/9/2022) pagi.
Kepala Dusun Sleker Slamet Sulasdi mengatakan acara saparan dilakukan setiap tahun, di Dusunya jatuh pada hari Minggu Pahing. Acara setiap tahunnya berganti-ganti. Namun ada patokan yang harus ada setiap acara saparan di Dusun Sleker. Yaitu pementasan wayang kulit dan tari gambyong.
“Harus menampilkan pertunjukan wayang. Kami sebagai pemimpin kan sudah mendapatkan amanah dari pemimpin terdahulu. Jangan sampai Safaran tidak menampilkan wayang. Harus menampilkan wayang,” tegasnya kepada wartawan Minggu (18/9/2022).
Dikatakan Slamet kalau tidak menampilkan wayang ada sugesti akan ada bencana. Acara dimulai dengan kirab budaya menuju Umbul Songo. Sesampainya di Umbul Songo, Kepala Dusun melakukan ritual pengambilan air. Filosifinya adalah masyarakat dusun Sleker tergantung pada Umbul Songo. Selain itu air adalah sumber kehidupan. Tujuan acara Merti Dusun adalah sebagai bentuk rasa syukur masyarakat Dusun Sleker.
“Kita harus bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan air yang sangat melimpah. Karena kalau tidak bersyukur, akan tidak baik ke depannya,” jelasnya.
Acara yang digelar Minggu pagi itu diikuti oleh 10 Rukun Tetangga (RT) di Dusun Sleker. Diakui Slamet acara tersebut menggunakan dana swadaya masyarakat. Walaupun begitu, acara berjalan dengan meriah.
“Greget masyarakat sangat tinggi, tidak hanya masalah tenaga. Tapi materi juga siap. Alhamdulillah bisa berjalan,” bebernya.
Selain itu warga Dusun Sleker sangat memegang erat budaya dan kesenian lokal. Alhasil, setiap RT bisa menampilkan kesenian khas masing-masing. Sumber daya manusia dan alam sangat memungkinkan.
Sementara Kepala Seksi Kesenian dan Nilai-Nilai Budaya Disdikbudpora Kabupaten Semarang, Slamet Widodo, mengatakan acara Merti Dusun Sleker sudah berjalan 15 tahun. Namun tiga tahun lalu tidak dilaksanakan karena covid-19.
Acara merti desa itu diharapkan bisa mendukung destinasi wisata di Desa Kopeng. Selain itu juga menjadi jati diri masyarakat. Menjunjung tinggi adat istiadat dan budaya. Utamanya terkait silaturahim.
“Harapannya acara ini bisa tetap dipertahankan,”jelasnya.