UNGARAN – Pernikahan usia dini di Kabupaten Semarang terbilang tinggi. Dari data yang dihimpun dari Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) setempat, terdapat setidaknya 261 pernikahan usia dini sepanjang tahun 2021 lalu. Sedangkan periode Januari hingga Maret 2022 ini, tercatat sudah ada 63 pernikahan usia dini.
Kepala DP3AKB Kabupaten Semarang, Dewi Pramuningsih, mengatakan pihaknya tak lagi merekomendasikan pernikahan dini kepada pihak Pengadilan Agama.
“Sebab di satu sisi kami juga gencar berkampanye cegah pernikahan dini,” ujarnya saat dikonfirmasi di Ungaran, Jumat (18/11/2022).
Dijelaskan Dewi, potensi terjadinya pernikahan dini paling tinggi berada di wilayah pedesaan. Penyebabnya didominasi oleh faktor MBA (Married By Accident), artinya pernikahan dini terjadi karena suatu hal yang tidak bisa dihindari.
“Pernikahan dini rentan terjadi konflik keluarga hingga KDRT. Para sosiolog juga mengatakan mengkonsumsi video porno menjadi salah satu penyebab pernikahan dini,” terangnya.
Aspek lain yang juga ikut terkena dampak dari pernikahan dini, lanjut Dewi, antara lain adalah kesehatan terutama kesehatan reproduksi. Pada anak usia dini, kondisi organ reproduksi masih belum siap. Kemudian dari aspek sosial, anak-anak yang menikah di usia dini terpaksa bekerja dengan tidak memiliki keterampilan yang memadai.
“Melihat dampak negatif yang begitu banyak, maka kita perlu secara bersama-sama mencegah terjadinya pernikahan dini,” sambungnya.
Salah satunya adalah dengan membentuk Pusat Informasi dan Konseling (PIK) Remaja di tingkat kecamatan. Tugasnya adalah memberikan edukasi pencegahan pernikahan dini kepada teman sebayanya.
“Harapannya bisa memberikan pengetahuan dan perspektif kepada rekan sebaya tentang dampak negatif pernikahan dini sehingga bisa menekan dan mencegah pernikahan di bawah umur tersebut,” pungkasnya. (win)