Apabila penentu kebijakan pemerintah melawan keputusan MK, maka mereka telah berbuat inkonstitusional. “Artinya berlawanan dengan tata aturan dalam membuat UU. Termasuk bertentangan dengan UUD 1945, serta Pancasila tentang keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” terangnya.
Formulasi penghitungan UMK 2022, lanjut Karmantao, telah diusulkan dan sampaikan kepada Gubernur Jawa Tengah, pada 4 November 2021, 17 November 2021 dan 29 November 2021, melalui Disnakertrans Provinsi Jawa Tengah.
Usulan buruh adalah UMK 2022 menggunakan rumusan UMK 2021 + Kebutuhan di Masa Pandemi Covid-19= UMK 2022. Berdasarkan hasil survei, total biaya tambahan kebutuhan riil buruh di masa pandemi sebesar Rp 449.600.
Rinciannya, Masker N.94 Rp 115.000, Hand Sanitizer Rp 90.000, Sabun Cair 150 ml Rp 29.600, Vitamin Rp 75.000, Pulsa/Kuota/Daring/Indihome Rp 100.000, biaya kenaikan air bersih 50 persen Rp 40.000. Total kebutuhan tambahan di masa pandemi Rp. 449.600.
Contoh penghitungannya, misal di Kota Semarang, yakni UMK 2021 Rp 2.810.000 + Rp. 449.600. Maka UMK Kota Semarang pada 2022 yakni Rp 3.259.600 atau naik 16 persen. “Kenaikan 16 persen itu harus diberlakukan di 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah. Tidak bisa tidak!” tegasnya.
Itu pun harga kebutuhan pokok seperti beras, telur, ayam, daging, minyak goreng, naik semua. Kami berharap kebijakan pemerintah tidak menyengsarakan rakyatnya. “Bahkan di Jawa Tengah, terutama Brebes, Banjarnegara, Grobogan, UMP-nya ngenes sekali, yakni berkisar Rp 1,8 jutaan,” ujarnya.
Padahal, lanjutnya, harga kebutuhan pokok di setiap wilayah rata-rata sama. Misalnya harga beras, minyak goreng, telur, daging, dan lain-lain, di seluruh provinsi di Indonesia relatif sama. “Pertanyaannya, mengapa ada kesenjangan upah yang sangat jauh? Dibanding upah di Jawa Timur dan Jawa Barat misalnya. Karawang bisa mencapai Rp 5,2 juta, DKI Jakarta Rp 4,7 juta. Kota Semarang yang tertinggi di Jawa Tengah saja hanya Rp 2.810.000. Menyedihkan,” katanya.