Bagi Sebagian pemiliknya, perkutut tak hanya sekadar burung peliharaan. Ada ‘nilai lebih’ yang dimiliki burung yang identik dengan warna abu-abu ini.
Menurut Ketua Paguyuban Pelestari dan Pecinta Perkutut Lokal Seluruh Indonesia (P4LSI) Korwil Salatiga dan Kabupaten Semarang Bambang Arif S, mengatakan perkutut adalah salah satu dari bagian ‘limo wasto’ atau cara pria meraih kesempurnaan.
“Jadi antara burung dengan pemiliknya ini harus ada kecocokan atau chemistry, agar perkutut yang dipelihara hasilnya maksimal,” jelasnya, Minggu (26/6/2022) di Lapangan Gantangan Bung Karno Kelurahan Dukuh Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga.
Bambang menegaskan sebagai bagian dari tradisi nenek moyang, maka memelihara perkutut harus dilestarikan. “Perkutut lokal ini memang menarik, karena bagi yang percaya, ada unsur mistis yang mengikutinya. Karenanya harus ada keterkaitan dan keterikatan antara burung dan pemiliknya,” paparnya.
“Dua tahun terakhir ini, penggemar perkutut bertambah banyak. Ada euforia dari masyarakat untuk memelihara perkutut, banyak komunitas-komunitas penggemar bermunculan,” terangnya.
Menurut Bambang, harga burung perkutut lokal berkisar antara Rp 500.000 hingga Rp 5 juta. “Namun jika sudah berprestasi dan meraih banyak juara, bisa lebih mahal. Tergantung kesepakatan pembeli dan penjual, kalau yang ‘gayer’ bisa sampai Rp 20 juta dan burung yang masuk kategori ‘korslet’ hingga Rp 50 juta karena memiliki katuranggan,” ujarnya.
Kapolres Salatiga AKBP Indra Mardiana mengatakan lomba perkutut lokal ini diadakan dalam rangka peringatan Hari Jadi ke-76 Bhayangkara. “Kita mengapresiasi penyelenggaraan lomba ini karena bisa menyatukan peserta dari berbagai daerah, selain menyalurkan hobi juga menggerakan perekonomian masyarakat,” ujarnya.
Menurut Indra, burung perkutut adalah salah satu simbol kelestarian budaya Jawa. “Kita semua memiliki tanggung jawab untuk meneruskan dan menjaganya agar tetap menjadi budaya Jawa,” tegas Indra.