RASIKAFM.COM | UNGARAN – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Semarang terus berupaya mengatasi persoalan penumpukan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Blondo, Kecamatan Bawen. TPA seluas 5,7 hektare yang telah beroperasi sejak 2009 itu kini telah melebihi kapasitas, dengan rata-rata kiriman sampah harian mencapai 200 ton dari 161 Tempat Pembuangan Sementara (TPS) se-Kabupaten Semarang.
Bupati Semarang, Ngesti Nugraha, menyatakan pengelolaan sampah menjadi prioritas pembangunan daerah. Sejumlah langkah strategis telah ditempuh, mulai dari memperluas lahan TPA, mengatur pola buang sampah, hingga menggandeng pihak swasta, termasuk perusahaan asing.
INFOGRAFIS
“Kami telah menjalin komunikasi dan menandatangani MoU dengan PT China Water Industry (CWI) dari Tiongkok untuk melakukan kajian feasibility study pengelolaan sampah,” ungkapnya, Selasa (15/4/2025).
Kajian tersebut akan berlangsung hingga Agustus 2025 dan mencakup berbagai potensi pengolahan sampah, seperti pembuatan briket, pupuk organik, hingga konversi menjadi listrik atau gas.
Untuk mengatasi keterbatasan kapasitas TPA, Pemkab Semarang tengah memperluas lahan dengan membeli tanah milik warga sekitar. Dana perluasan ini bersumber dari uang ganti rugi atas aset Pemkab yang terdampak proyek Tol Jogja-Bawen, khususnya di wilayah Kecamatan Bawen.
“Dari total Rp112 miliar dana ganti rugi, kami mengalokasikan sekitar Rp20 miliar untuk perluasan TPA Blondo,” jelasnya.
Hingga kini, Pemkab Semarang telah membeli 15 bidang tanah dari 13 pemilik, dengan luas total mencapai 46.627 meter persegi. Nilai pembelian lahan tersebut tercatat sebesar Rp7,9 miliar. Jumlah ini mencakup sekitar 45 persen dari total kebutuhan perluasan, dan sisanya ditargetkan rampung pada April 2025.
Selain memperluas TPA, Pemkab juga mendorong optimalisasi Tempat Pengolahan Sampah Reduce-Reuse-Recycle (TPS3R) sebagai bagian dari pengelolaan sampah berbasis masyarakat.
“Kami sedang mengkaji pengadaan mesin pengolah sampah menjadi briket dengan kapasitas 50 ton per hari. Cuma harganya mahal, masih kami pertimbangkan,” sambungnya.
Sementara itu, Plt Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Semarang, Sri Utami menyebutkan pihaknya juga tengah mengembangkan sistem pengolahan sampah menjadi Refuse Derived Fuel (RDF) atau keripik sampah, sebagai bahan bakar alternatif pengganti batu bara.
“Metode ini jauh lebih efektif dalam mengurangi volume sampah dibandingkan dengan metode pengambilan gas metana,” paparnya. (win)