RASIKAFM.COM | UNGARAN – Sektor pertambangan memiliki perputaran nominal uang yang sangat besar, sehingga menjadikan sektor ini digeluti banyak pihak. Untuk itu dibutuhkan tata kelola pertambangan yang mengakomodir seluruh pihak mulai dari masyarakat, pembangunan, pengusaha, dan pemerintah daerah agar terciptanya harmoni dan tidak menimbulkan masalah.
Hal ini disampaikan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron dalam seminar Penataan Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB) di Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta, yang digelar secara hybrid, belum lama ini.
“Faktor politik yang memungkinkan pemangku kepentingan terus berganti setiap periode membuat kebijakan yang terus berubah,” ungkapnya.
Untuk diketahui, semula perizinan berada di Kabupaten/Kota, kemudian beralih ke provinsi, lalu ditarik ke pusat, dan kini dikembalikan ke provinsi lagi. Kondisi ini, dari sisi produk hukum tentu sudah melahirkan pelbagai perizinan pertambangan baik yang sudah berlaku, sudah mati, atau harus diperpanjang.
“Alhasil itu semua menimbulkan banyak hal yang perlu dirapikan termasuk di dalamnya, misalnya soal pungutan. Bicara pungutan tentu dalam aspek hukum, pemungut atau pungutan dari negara kepada rakyat tentu harus ada legalitas,” kata Ghufron.
Ghufron menambahkan, di sisi lain rantai bisnis pertambangan dimulai dari proses penambangan, penampungan (stockpile), distributor, dan user. Pada rangkaian tersebut akan menimbulkan rantai bisnis yang tentunya harus memiliki legalitas. Sayangnya, hal itu belum berjalan karena dalam beberapa kasus yang ditemukan legalitas dari rantai bisnis tersebut masih setengah-setengah.
“Kadang ada yang legal di titik penambangan tapi di titik stockpile dicampur dari sumber tidak legal. Ini perlu ditata dimana legalitas penampungan harus ada, legalitas stockpile harus ada. Kemudian rantai transportasi lebih lanjut perlu ditata,” terangnya.
Sementara itu, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo memberikan apresiasi kepada Kedeputian Bidang Koordinasi dan Supervisi KPK yang menyelenggarakan seminar perbaikan tata kelola pertambangan untuk daerah Jateng dan DIY. Ganjar berharap para kepala daerah baik Bupati dan Walikota dapat jujur tentang kendala yang selama ini terjadi.
Menurutnya, persoalan pertambangan illegal di lapangan memang sudah masuk ke dalam tahap mengkhawatirkan. Sehingga diperlukan kerja sama dari seluruh pihak baik Pemda, Pemerintah Pusat, dan Aparat Penegak Hukum, untuk membentuk sebuah tata kelola yang dapat memberikan kepastian hukum bagi seluruh pihak.
“Sebenarnya di kesempatan kali ini saya usul konkret saja. Kita kasih nomor telepon untuk (masyarakat) melaporkan setelahnya kita gerebek bareng. Kita kasih batas waktu dan jika hingga sampai batas waktu tidak ada perbaikan maka kita (lakukan) penegakan hukum,” bebernya.
Di sisi lain, dalam menindak pertambangan illegal maka tidak serta merta menggunakan cara kekerasan dan perlu dicarikan jalan keluar. Sebelum menutup tambang illegal, Ganjar berujar harus disiapkan terlebih dahulu transisi, transformasi, dan edukasinya kepada masyarakat.
Jika hal itu berjalan, Ganjar meyakini desa yang dieksploitasi sumber daya alamnya akan maju karena dia akan mendapatkan kick back berupa legal dari pemerintah. “Ini duit gede, ini cerita uang besar sekali. Kalau kita tidak bisa menyelesaikan yang rugi adalah rakyat,” urainya.
Untuk diketahui, hingga 18 Agustus 2022, untuk wilayah Jawa Tengah terdapat 447 dokumen permohonan Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan sebanyak 85 dokumen belum selesai dievaluasi. Juga, terdapat 300 dokumen permohonan perizinan yang belum selesai dievaluasi, 5 dokumen menunggu diterbitkan, dan 656 dokumen tanggapan atau persetujuan teknis di tahun 2022. (win)