RASIKAFM.COM | SALATIGA – Shintia Pricillia Tundunaung, lulusan Fakultas Teologi yang dikukuhkan langsung oleh Rektor UKSW, Profesor Intiyas Utami, dalam Wisuda Periode III Tahun 2025 di Balairung Universitas, membawa kisah sedih.
Dimana orang tua Shintia berhasil selamat dari tragedi kebakaran Kapal Motor (KM) Barcelona V di perairan Pulau Talise, Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara. Keduanya baru saja mengalami musibah besar, namun akhirnya bisa hadir menyaksikan wisuda putri mereka.
Air mata tak terbendung saat nama Shintia dipanggil dalam sambutan Rektor Intiyas di hadapan ratusan lulusan. Rektor Intiyas turun dari podium dan memeluk keluarga Shintia sebagai bentuk penghormatan atas ketabahan dan cinta orang tua yang luar biasa. Ketua Senat Universitas, Profesor Apriani Dorkas Rambu Atahau, turut memberikan pelukan hangat kepada Shintia, menciptakan momen penuh empati yang menggetarkan ruangan.
“Kami bersyukur keluarga bisa sampai di Salatiga dengan selamat. Semoga wisuda ini menjadi titik awal perjuangan Shintia untuk tetap bersemangat menjadi pemimpin dan membanggakan keluarga, UKSW, dan bangsa,” tuturnya.
Kini badai telah berlalu, kisah pilu yang dialami kedua orang tua Shintia berubah menjadi sukacita. Mereka bisa hadir secara langsung di Balairung Universitas dengan senyum bahagia menyaksikan putri tercintanya memakai toga dan dikukuhkan di antara ratusan lulusan.
Saat dijumpai seusai prosesi wisuda, senyum bahagia Shintia menyiratkan ungkapan syukur yang tak terucap karena momen bersejarah dalam hidupnya bukan hanya sekadar pencapaian akademik semata, melainkan juga sebagai simbol pengharapan, kekuatan, dan keajaiban.
“Puji Tuhan, hari ini saya boleh diwisuda dan ditemani oleh orang tua tercinta. Suatu kesaksian hidup yang luar biasa, perjalanan orang tua untuk hadir di sini tidaklah mudah. Mereka harus berjuang untuk selamat,” ungkap Shintia.
Lulusan asal Kabupaten Kepulauan Talaud ini menceritakan bahwa di tengah perjalanan orang tuanya menuju Salatiga, kapal yang mereka tumpangi mengalami kebakaran dan seluruh penumpang harus melompat ke laut demi menyelamatkan diri.
Sementara itu, Jemi Tundunaung menceritakan perjalanan yang mereka tempuh memakan waktu selama dua hari sejak Sabtu (19/07/2025) lalu. Awalnya keberangkatan kapal dijadwalkan pukul 17.00 WIB, namun ditunda karena cuaca buruk. Setelah menunggu cukup lama, kapal akhirnya berangkat pada pukul 24.00 WIB. Tapi keesokan harinya, pukul 13.00 WIB kapal mengalami kebakaran, di mana seluruh penumpang terpaksa melompat ke laut dan terapung di permukaan air selama 1 hingga 2 jam sebelum akhirnya berhasil diselamatkan.
“Saat terapung di air, saya sempat terpisah dengan istri dan bibi Shintia. Saya berusaha berenang untuk mencari mereka dan puji Tuhan bisa bertemu kembali,” katanya.
Tak ada satu barang pun yang bisa diselamatkan, semua hangus terbakar bersama kapal. Keselamatan para penumpang tidak lepas dari pertolongan warga Desa Gangga. “Begitu mengetahui kejadian tersebut, warga yang memiliki perahu segera bergerak untuk menolong kami,” ungkapnya.
Setelah dievakuasi ke Pulau Gangga, Jemi Tundunaung bersama istri kembali melanjutkan perjalanan mereka, sementara bibi Shintia yang mengalami luka-luka harus dirawat di rumah sakit di Manado. Dari Manado, keduanya menumpangi pesawat menuju Jakarta, lalu melanjutkan perjalanan ke Semarang menggunakan kereta api. Akhirnya, mereka tiba di Salatiga pukul 19.45 WIB pada Senin (21/07/2025) lalu. Sementara menunggu wisuda, mereka tinggal bersama di kos milik putrinya, Shintia.
Tak lupa Jemi Tundunaung juga menyampaikan ungkapan terima kasihnya kepada UKSW karena menanamkan nilai humanis bagi mahasiswanya. “Kami mendorong anak kami berkuliah di UKSW karena meyakini bahwa Kota Salatiga dan kampus ini memiliki nilai humanis yang tinggi hingga saat ini dapat menyaksikan Shintia menyelesaikan studinya dengan baik,” imbuhnya.
Perjalanan panjang melewati badai menjadi kisah inspiratif yang membawa cahaya harapan bagi banyak orang. Kini, Shintia bisa merayakan kelulusannya bersama orang-orang tercintanya.