Pemprov Jateng meraih gelar terbaik dalam pelaksanaan program tuberkulosis (TBC) tahun 2023. Prestasi ini merupakan hasil dari kinerja progresif Pj Gubernur Jateng, Nana Sudjana, yang aktif dalam menemukan kasus baru TBC dan melibatkan fasilitas kesehatan swasta.
Sugeng Rianto, Pengelola Program TBC Dinkes Jateng, mengungkapkan bahwa penghargaan ini diberikan dalam acara Program Tuberkulosis 2023 yang berlangsung di Surabaya pada 7-10 November 2023. Ia menekankan bahwa fokus utama Jateng saat ini adalah mendeteksi penderita TBC baru dan memberikan pengobatan yang tepat.
Sugeng melanjutkan penjelasannya dengan menyatakan bahwa penemuan kasus baru TBC sebenarnya memudahkan proses pengobatan pasien. Hal ini disebabkan oleh durasi pengobatan TBC yang memakan waktu hingga enam bulan tanpa jeda.
“Kemenkes menargetkan kasus temuan TBC baru di Jateng 73.856 kasus. Saat ini kita sudah menemukan 69.823 kasus atau sekitar 95 persen, padahal waktunya dua bulan ke depan, insya-Allah bisa tercapai,” ujarnya melalui sambungan telepon, Jumat (10/11/2023).
Ia membeberkan, salah satu upaya Dinkes Jateng dalam menemukan kasus baru di antaranya, melibatkan fasilitas kesehatan milik swasta (klinik, rumah sakit) untuk ikut menemukan dan melaporkan pada sistem laporan milik Kemenkes.
Selain itu, Pemprov Jateng juga menggandeng komunitas dan penyintas TBC untuk memberikan edukasi kepada masyarakat. Ini ditempuh, karena seringkali penderita enggan meminum obat saat pengobatan baru memasuki tempo dua bulan.
Sugeng menambahkan, penyakit ini rawan menyerang kaum usia produktif. Hal ini menjadi perhatian serius pemerintah, karena berdampak pada terciptanya kasus warga miskin baru.
“TB banyak menyerang usia produktif. Ini mengakibatkan karena nafsu makan menurun, akhirnya lemah dan tak mampu bekerja. Nah dari situ rawan tercipta keluarga miskin baru,” sebutnya.
Karenanya, pemerintah mengeluarkan Perpres no 67. Selain itu ada pula peraturan yang mengatur penanggulangan tuberkulosis di tempat kerja, yakni Peraturan Menaker Nomor 13 Tahun 2022.
Dalam beleid tersebut tercantum pekerja yang mengalami TBC dan dalam masa pengobatan tidak boleh dipecat. Hal ini penting, karena jika tidak diobati atau pengobatan tidak kontinu, pasien akan mengalami resisten obat.
“Dalam peraturan itu menyebut, setidaknya dua bulan pengobatan. Karena dalam masa itu orang dengan TBC sudah tidak lagi menularkan. Namun pengobatan harus tetap dilanjutkan selama 6 bulan,” jelasnya.
Terakhir, Sugeng berharap agar dokter praktik pun mau bekerjasama dalam penemuan kasus TBC baru.
“Kami dorong teman-teman puskesmas, melakukan pendekatan agar faskes swasta di wilayah puskesmas mau MoU (untuk menemukan kasus TBC),” pungkas Sugeng.