Adanya Kenaikan harga dan kelangkaan minyak goreng menyulut aksi demonstrasi di Kota Salatiga. Berbagai elemen masyarakat menyuarakan aspirasi di halaman gedung pemerintah.
Sementara itu kaum ibu seolah beringas. Mereka mengambil stok minyak goreng yang tersedia tanpa mengindahkan aturan pembatasan pembelian. Kondisi ini menyebabkan keadaan menjadi chaos. Provokator yang ada juga memerkeruh situasi hingga tak terkendali. Imbauan dari kepolisian tak dihiraukan, bahkan mereka menyerang petugas dengan batu dan membakar ban.
Situasi yang tak terkendali tersebut tergambar dalam simulasi Sispamkota Polres Salatiga. Dengan kekuatan 400 personel, kepolisian berupaya mengendalikan keadaan. Mulai dari tahap negosiasi, meminta menyampaikan aspirasi dengan audensi, hingga akhirnya memukul mundur demonstran dengan water canon dan unit satwa.
Kapolres Salatiga AKBP Indra Mardiana mengatakan simulasi tersebut bertujuan meningkatkan kembali kemampuan anggota Polri dalam penanganan unjuk rasa. “Selama dua tahun ini kita fokus dalam kasus Covid-19, sehingga saat ini kembali melakukan latihan,” terangnya.
Indra menyampaikan seluruh fungsi dalam Polri bertugas menciptakan situasi yang kondusif. “Simulasi ini menjadi pegangan, mulai dari Intel, Lantas, Reskrim, Sabhara untuk bekerja saat menghadapi unjuk rasa,” paparnya.
Kapolres Salatiga Saat diwawancarai Media
Meski ada simulasi penanganan unjuk rasa, Indra berharap agar cara-cara penyampaian aspirasi dilakukan dengan baik dan tidak anarkis. “Sampaikan dengan komunikasi yang elegan sehingga pesan yang ingin disampaikan bisa dicarikan solusi segera,” ungkapnya.
Dilain pihak, Wali Kota Salatiga Yuliyanto mengatakan Pemerintah Kota Salatiga selalu membuka kran komunikasi dengan semua pihak. “Hari ini kita melihat ketegasan kepolisian dalam menangani unjuk rasa yang anarkis, jadi lebih baik jika ada persoalan disampaikan dengan baik, pemerintah siap bertemu,” ucapnya.