BANYUBIRU – Pondok Pesantren (Ponpes) Kasepuhan Raden Rahmat yang berada di Dusun Gedong, Desa Gedong, Banyubiru, Kabupaten Semarang memiliki keunikan tersendiri. Sebab, selain santrinya didominasi kaum sepuh (lansia), lokasinya pun menawarkan panorama alam yang eksotis. Atas dasar itu, Dinas Pariwisata Kabupaten Semarang menetapkan ponpes yang berada di bawah naungan Yayasan Pitutur Luhur itu sebagai salah satu destinasi wisata religi. Ponpes ini dinilai telah mampu mendorong pengembangan kepariwisataan, dan juga membuka peluang usaha bagi para petani dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) lengkap dengan kehidupan agamis di dalamnya.
“Tanggal 25 September 2020 kami ditetapkan sebagai desa wisata rintisan dengan fokus wisata religi. Tidak hanya itu, kami juga menawarkan alternatif wisata alam yang eksotis serta pemberdayaan ekonomi masyarakat. Kami benar-benar tidak menyangka bakal diamanahi hal itu oleh Dinas Pariwisata,” jelas Ahmad Winarno, Ketua Yayasan Pitutur Luhur Ponpes Kasepuhan Raden Rahmat saat ditemui Selasa (20/4/2021).
Diuraikan Winarno, dengan ditetapkannya sebagai destinasi wisata religi maka pihaknya optimistis bisa berimbas terhadap perekonomian warga sekitar. Warga diyakini bisa mendapatkan penghasilan tambahan selain bertani.
“Kami tentu akan berbenah untuk membantu memajukan perekonomian warga sekitar dengan membuka peluang usaha. Selain itu berbagai fasilitas umum, sarana toilet serta gedung Tahfidz Quran yang akan jadi ikon ponpes saat ini tengah kami bangun,” terangnya.
Dicontohkan Winarno, pemberdayaan ekonomi masyarakat sekitar pondok dilakukan dengan membantu dan melakukan pendampingan warga yang memiliki usaha rumahan seperti pembuatan ekstrak jahe, pembuatan gula semut, gula aren serta kopi untuk dijual kepada para pengunjung.
“Berbagai olahan itu kami bantu packaging dengan kemasan yang menarik untuk kemudian dijual, baik secara langsung ataupun online,” paparnya.
Dalam penjelasannya, Winarno menegaskan konsep desa wisata adalah berbeda dengan wisata desa. Menurutnya desa wisata ada sebuah interaksi sosial dengan masyarakat sosial secara intens, sementara wisata desa hanya merupakan kunjungan biasa dalam waktu singkat.
“Satu hal yang harus tersedia sebagai sebuah desa wisata adalah adanya fasilitas penginapan dan jadwal berinteraksi dengan masyarakat sekitar. Sehingga pengunjung menginap dan mengikuti suatu paket jadwal kegiatan minimal satu hari satu malam,” katanya.
Salah satu warga sekitar yang juga nyantri di Ponpes Kasepuhan Raden Rahmat adalah Sulastri. Ibu rumah tangga berusia 56 tahun itu merasakan manfaat adanya pendampingan dari para pengurus pondok.
“Saya punya usaha rumahan bikin ekstrak jahe, temulawak, kunyit dan empon-empon yang lain. Dulu awalnya ya bikin untuk konsumsi sendiri. Ternyata ada yang nyoba kok bilang enak dan cocok, akhirnya saya mulai menerima pesanan. Alhamdulillah pihak pondok bantu jual, biasanya Ustadz Ichsan yang ngambil dari sini,” ujarnya. (win)