Institut Agama Islam Negeri Salatiga mengukuhkan tiga guru besar dalam Sidang Senat Terbuka yang dilaksanakan pada Rabu (2/2) di Gedung Auditorium dan Student Center Kampus III. Ketiga guru besar tersebut Prof. Dr. Adang Kuswaya, M.Ag. sebagai guru besar bidang Ilmu Tafsir; Prof. Dr. Benny Ridwan, M.Hum sebagai guru besar bidang Ilmu Sosiologi Islam, dan Prof. Kastolani, M.Ag., Ph.D. sebagai guru besar bidang Ilmu Sejarah dan Pemikiran Islam.
Rektor IAIN Salatiga, Prof. Dr. Zakiyuddin Baidhawy, M.Ag memberikan apresiasi kepada para guru besar yang dikukuhkan, “Selamat untuk para guru besar yang dikukuhkan hari ini. Syukur alhamdulillah kita bisa kembali menyaksikan sejarah besar terulang. Pengukuhan tiga guru besar secara bersamaan juga pernah terjadi saat IAIN Salatiga masih berstatus STAIN.” ungkapnya
Zakiyuddin berharap di masa yang akan datang akan lebih banyak guru besar yang dikukuhkan di IAIN Salatiga. Katena saat ini baru ada 11 guru besar. Sedangkan 12 lainya menunggu proses.
“Semoga peristiwa membahagiakan hari ini bisa menjadi pemicu dosen lain untuk mencapai tingkatan akademis tertinggi,” tambahnya.
Lebih lanjut, dirinya mengatakan bahwa IAIN Salatiga terus mendorong produktivitas sivitas akademika terutama para dosen dalam menulis karya ilmiah, “Kami sediakan insentif untuk para dosen yang berkarya dalam penulisan karya ilmiah.”
Rektor IAIN Prof. Dr. Zakiyuddin Baidhawy saat memberikan keterangan kepada media
Zakiyuddin menilai para dosen harus bisa menulis karya ilmiah yang berdampak, bermanfaat, dan dapat dibaca oleh banyak orang yang ada di dunia. “Alhamdulillah tahun ini ada dosen dan tenaga kependidikan IAIN Salatiga yang masuk ke Top 5000 Scientists versi AD Scientists Index. Hal ini dan pengukuhan tiga guru besar hari ini menunjukkan bahwa IAIN Salatiga siap menyongsong era baru, alih bentuk IAIN Salatiga menjadi UIN Salatiga sudah di depan mata,” katanya mengakhiri.
Adang Kuswaya dalam orasi ilmiahnya yang berjudul Konstestasi Muslim Salatiga dalam Kontruksi Budaya Damai; Aplikasi Pendekatan Hermeneutika Sosio-Tematik atas Konsep Hidup Damai dalam Al-Quran menyebutkan bahwa Islam mengajarkan perdamaian sebagai prinsip hubungan antarumat manusia dengan mengaitkan kata Islam dengan makna perdamaian. “Setiap manusia yang mendeklarasikan diri sebagai Muslim wajib mengejawantahkan perdamaian sebagai prinsip interaksi sosial,” jelasnya.
Menurutnya, pemahaman semacam itu cukup efektif dalam mengkonstruksi kehidupan damai di masyarakat. “Masyarakat Kota Salatiga sudah menerapkan konsep perdamaian terhadap realitas budaya,” ujarnya.
Selanjutnya, Prof. Dr. Benny Ridwan menjelaskan mengenai Role Model Deradikalisasi Kehidupan Beragama di Indonesia dalam orasi ilmiahnya. Prof. Benny memandang proses deradikalisasi sebagai proses yang rumit dan tidak mudah, “Radikalisme bukan hanya soal kesalahan ideologi agama, radikalisme menggambarkan fenomena sosial masyarakat yang begitu kompleks. Oleh karena itu, penanganannya tidak cukup hanya dengan me-reinterpretasi ayat-ayat suci Al-Quran saja, namun butuh kerja keras dari semua pihak mulai dari aparat keamanan dengan penegakan hukumnya, para hakim dengan keadilannya, akademisi dengan keilmuannya, pendidik, pembuat kebijakan (policy maker), ekonom, elit politik hingga Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau
lembaga-lembaga yang dibangun dengan semangat demokrasi lainnya.”
Guru Besar Ilmu Sosiologi Islam itu menegaskan bahwa program deradikalisasi membutuhkan peran serta seluruh komponen, baik pemerintah, masyarakat (termasuk dunia usaha) maupun dunia pendidikan.
Sedangkan Prof. Kastolani pada kesempatan tersebut menyampaikan orasi ilmiah berjudul Menyoal Nalar Islam Memperbaiki Cara Kita Beragama. “Terjadinya pemaknaan ajaran keagamaan terjadi melalui proses transmisi dan transformasi melalui tafsir-tafsir keagamaan yang diperankan oleh para tokoh Islam. Proses ini pada akhirnya menegaskan bahwa ajaran keislaman dalam wujud praktik ditentukan pada bagaimana pemeluknya mengekspresikan keagamaannya,” katanya di hadapan para hadirin.
Dirinya juga mengimbau umat Islam untuk memperbaiki cara berpikir dalam beragama, “Karena sejatinya apa yang kita lakukan bergantung pada apa yang kita pikirkan.” Prof. Kastolani menilai, seorang Muslim harus menempatkan Islam sebagai tatanan sistem di dalam dirinya sebagai acuan dalam menjalani kehidupan, baik dalam aspek intelektual maupun emosional. “Segala bentuk simbol-simbol keagamaan, mukjizat, magis maupun upacara ritual berperan penting dalam proses pembentukan sistem nilai dalam diri seorang Muslim,” pungkasnya.
Dengan adanya pengukuhan ketiga guru besar itu, IAIN Salatiga memiliki sebelas guru besar. Jumlah guru besar di IAIN Salatiga masuk empat terbanyak di lingkungan IAIN se-Indonesia.