UNGARAN – Lantunan ayat suci alquran menggema di salah satu sudut ruangan sebuah pondok pesantren (ponpes), Jumat (15/4/2022). Ponpes itu adalah Ponpes Kasepuhan Raden Rahmat, yang berada di kawasan Desa Gedong, Banyubiru, Kabupaten Semarang. Puluhan santri yang tak lagi berusia muda tampak khusyuk menyimak dan membaca mushaf di hadapan para ustaz. Salah satu dari santri itu adalah Sri Ariati, seorang ibu asal Wonokromo, Surabaya yang kini memasuki usia 80 tahun. Kepada rasikafm.com, ibu Ari (nama sapaan) bercerita ia mulai “nyantri” di Ponpes Kasepuhan Raden Rahmat sejak Desember 2021.
“Pertama kali dapat informasi pondok ini dari sebuah radio di Surabaya. Sebelumnya juga sering ikut majelis taklim, tapi belum ketemu yang sreg,” ujarnya.
Saat ditanya alasan kenapa memilih untuk mondok di Ponpes Kasepuhan Raden Rahmat, ibu tiga orang anak itu mengaku mendapatkan apa yang selama ini ia cari, yakni ketenangan hati.
“Kebetulan saya masih berkerabat dengan keluarga besar Ponpes Tremas Pacitan. Pernah ngaji di sana, tapi ustaz-ustaznya keponakan saya semua, belum lagi pengurusnya. Jadinya malah seperti di rumah sendiri, banyak ngobrolnya kurang belajarnya,” ungkapnya sambil sesekali tertawa kecil.
Secara finansial, nenek delapan cucu ini mengaku berasal dari keluarga yang berkecukupan. Ia sendiri merupakan pensiunan dari tenaga farmasi di Rumah Sakit Angkatan Laut Surabaya. Sedangkan tiga orang anaknya masing-masing bekerja di bidang ekspor impor, dosen dan aparatur sipil negara (ASN) di Pemkot Surabaya. Sehingga ketika memutuskan untuk mondok, sempat menjadi pertanyaan internal keluarganya.
“Awalnya tentu nggak diijinin sama anak-anak. Suruh di rumah, kebutuhan juga dipenuhi. Tapi saya malah bingung di rumah nggak ngapa-ngapain. Di sini malah ada kesibukan dari subuh sampai malam terutama ngaji,” katanya.
Di akhir perbincangan ia berharap tetap bisa produktif dan bermanfaat meski telah memasuki usia senja. Terlebih dalam rangka mengumpulkan bekal akhirat, ia ingin bisa istiqomah dalam niat yang lurus.
“Saya sudah tidak ingin mencari apa-apa lagi, istilahnya sudah selesai dengan urusan dunia. Saya ingin fokus mencari sangu untuk akhirat besok dan meraih cita-cita husnul khotimah,” harapnya.
Pengasuh Ponpes Kasepuhan Raden Rahmat Ahmad Winarno menuturkan, yang membedakan antara ponpes ini dengan lembaga kepengurusan lanjut usia (lansia) yang lain adalah di bidang pelayanannya. Di ponpes ini pelayanan fisik, rohani dan sosial diterapkan secara holistik, komprehensif dan integratif.
“Ponpes ini berbeda dengan panti jompo. Kita berdayakan tiga ‘ajimat’ pelayanan hidup melalui olah rogo, jiwo dan roso secara menyeluruh,” jelasnya.
Dijelaskan Winarno, pelayanan olah rogo dilakukan dengan pembinaan fisik yang bertujuan mewujudkan insan segar mulia atau sehat dan bugar di masa usia lanjut. Kemudian olah jiwo adalah bagaimana para lansia ini bisa terobati hatinya sehingga bisa semakin bersungguh-sungguh mendekatkan diri kepada Tuhan untuk menjemput hidayah menuju akhir hayat yang husnul khotimah. Terakhir adalah olah roso yakni dengan mendampingi mereka untuk mengembangkan keterampilan yang dimiliki, sehingga tetap bisa berkarya dan produktif di masa tuanya.
“Selama ini lansia identik dengan belas kasihan. Di sini tidak demikian, kami siapkan betul agar mereka bisa mandiri dan produktif. Sebab bagaimanapun juga mereka datang ke sini juga tidak ‘kosongan’, artinya sudah punya keterampilan. Intinya, di sini bukan hanya membentuk pribadi muslim tapi juga akan mencetak duta-duta bahagia untuk kemudian ditularkan kepada yang lain,” pungkasnya. (win)