Bermaaf maafan saat hari raya kini bukan lagi kegiatan sakral umat Islam saja. Buktinya di Dukuh Thekelan Desa Batur Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang, masyarakat yang beragama Islam dan Kristen turut merayakan Waisak 2566 BE dengan saling bersalaman dan mengakui kesalahan dengan umat Budha setempat di pelataran vihara Sanggar Teravada Indonesia (STI) Budha Bhumika pada Senin (16/5/2022).
Umat Budha yang merupakan mayoritas di dukuh tersebut memang menyiapkan acara khusus bagi pemeluk agama lain agar bisa merasakan kebahagiaan perayaan hari raya mereka. Bahkan Sebelumnya panitia sudah menjadwalkan beberapa acara yang bisa diikuti semua masyarakat.
” acara kami gelar pagi usai ibadah, dengan cara bersalaman kepada semua warga dusun,” jelas Mandar anggota STI.
Di dukuh Thekelan sendiri Perkawinan antar agama dan keberadaan umat lain seperti Islam dan Kristen tidak membuat umat Budha di sana resah, justru semakin berpadu erat.
Salah satu buktinya adalah dengan adanya kegiatan yang telah berlangsung lebih dari 10 tahun ini.
Dalam perayaan Waisak tersebut, beberapa warga dari kalangan ibu-ibu tampak menangis sambil bermaaf-maafan.
Suasana haru begitu terasa lantaran keduanya saling mengucapkan pengakuan salah dalam setahun terakhir.
Stefanus Rusmin Tokoh Agama Kristen didusun tersebut mengungkapkan, di Desa Thekelan yang berjarak sekitar 18 km dari pusat Kota Salatiga itu salah satu jalur pendakian Merbabu yang menyimpan potensi wisata alam budaya dan tingkat toleransi yang sangat tinggi antar warga. warganya bahkan pantang untuk membicarakan perihal perbedaan agama.
– Stefanus Rusmin saat diwawancarai Rasika
– suasana saat peringgatan Waisak dan ratusan warga yang merayakannya (Vidio by Arief Rasika)
“Kegiatan saling mengucapkan selamat ini awal mulanya diawali kegiatan Gereja oleh Karang Taruna, memiliki ide mengucapkan Natal sekitar tahun 2012,” ucap Stefanus.
Berjalannya waktu, agenda dikemas bersamaan dengan Paskah dengan Natal yang saling mengucapkan selamat.
“Dan alhamdulillah di dusun kami mengambil inisiatif, bersalaman dan mengucapkan selamat dilanjutkan dengan perayaan umat agama lain, akhirnya budaya ini berlanjut sampai saatnya ini,” terang Rusmin.
Kadus Thekelan Supriyo, mengatakan jumlah kepala keluarga didusunya sebanyak 300 KK, dimana 65 persen diantaranya adalah beragama Buddha.
Di tengah perayaan Waisak, momen saling mengucapkan selamat diharapkan dapat terus bertahan dan tidak luntur di tengah terjangan ekonomi global dengan perkembangan moderenisasi.
“Kami berharap, tradisi di desa kami dapat menjadi contoh bagi daerah lain,” tambahnya