RASIKAFM – Muhammad Khamim (66), seorang perajin rebana yang beralamat di Lingkungan Sanggrahan, Lodoyong Ambarawa, Kabupaten Semarang masih setia membuat rebana meski pesanan sepi akibat dihantam pandemi. Menurutnya saat ini adalah masa suram bagi perajin rebana.
Dikatakan, untuk membuat rebana satu set membutuhkan waktu setidaknya dua pekan. Untuk harga, satu set dihargai Rp 3,2 juta hingga Rp 6,5 juta, tergantung kekomplitan pesanan rebana. Saat ini praktis pendapatannya jauh berkurang akibat minimnya pesanan.
Sebelum pandemi setiap bulan bisa dapat pesanan hingga lima set, akan tetapi sejak setahun lalu, sangat sepi. Bahkan belum tentu dalam tiga bulan ada pesanan, hanya mengandalkan jasa servis rebana untuk pemasukan.
Menurut Khamim yang menjadi perajin rebana sejak 1994, meneruskan usaha orangtuanya, pandemi Covid-19 adalah yang terberat. Dulu bisa melayani pesanan dari Sumatera hingga daerah-daerah di Jawa, sekarang sangat sepi. Kulit mentah yang dulu per lembar Rp 50.000, sekarang juga hanya Rp 30.000, karena tidak laku jadi dijual murah.
Khamim akan tetap setia menjadi perajin rebana meski suara tabuhannya saat ini terdengar “sunyi” terhempas pandemi. Hal itu karena ia tak punya pilihan, di usia senjanya tak ada lagi keterampilan lain yang bisa dilakukan. (win)