RASIKAFM.COM – Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Wilayah Aceh menilai kebijakan Gubernur Sumatera Utara yang menghentikan truk berplat Aceh (BL) di kawasan Langkat untuk mendorong penggantian ke plat BK atau BB perlu ditinjau ulang.
Menurut MTI Aceh, langkah tersebut berpotensi mengganggu kelancaran distribusi logistik antarprovinsi sekaligus menimbulkan ketidakpastian hukum.
“Penggantian plat nomor hanya relevan bagi kendaraan yang pemiliknya telah berdomisili permanen di Sumatera Utara. Itu pun harus melalui prosedur mutasi resmi sesuai aturan POLRI dan SAMSAT,” tegas Dr. Ir. Yusria Darma, M.Eng.Sc., Ketua MTI Aceh sekaligus akademisi transportasi Universitas Syiah Kuala.
Yusria menjelaskan, truk berplat BL yang melintas di Sumut merupakan bagian vital dari rantai pasok antarprovinsi. Tindakan penghentian maupun permintaan penggantian plat tanpa dasar domisili yang sah, menurutnya, berisiko mengganggu stabilitas ekonomi regional serta memicu konflik administratif.
“STNK dan TNKB BL adalah dokumen legal yang berlaku secara nasional. Tidak ada peraturan daerah yang dapat membatasi pergerakan kendaraan antarprovinsi yang sah,” lanjutnya. “Jika Pemprov Sumut ingin meningkatkan PAD, langkahnya harus sesuai hukum dan tidak mengorbankan prinsip kebebasan berlalu lintas.”
Meski demikian, MTI Aceh tetap mengapresiasi aspek positif dari aksi tersebut, khususnya terkait penindakan terhadap truk ODOL (Over Dimension Overload). “Kami mendukung penuh target Zero ODOL 2027. Namun, penegakan ODOL tidak bisa dijadikan alasan untuk intervensi administratif terhadap kendaraan dari provinsi lain,” ujar Yusria.
Rekomendasi MTI Aceh:
Himbauan penggantian plat hanya berlaku bagi pemilik kendaraan yang berdomisili permanen di Sumut.
Proses mutasi kendaraan harus melalui prosedur resmi berbasis data kependudukan.
Pemprov Sumut lebih baik memfokuskan upaya pada penertiban ODOL serta peningkatan PAD melalui mekanisme yang sah dan tidak diskriminatif.