RASIKAFM.COM | UNGARAN – Manajemen Wisata Dusun Semilir, Bawen, Kabupaten Semarang, mengklarifikasi tudingan pelanggaran regulasi pembangunan yang beredar di sejumlah media. Human Capital Legal & QA Manager Shenita Dwiyansany didampingi Marketing Manager M. Fahmi menegaskan bahwa pembangunan wisata tersebut sesuai aturan.
“Ada dua isu utama yang kami luruskan, yaitu tudingan perusakan ekosistem hutan dan izin pembangunan vila,” ujar Shenita, Selasa (27/5/2025).
Ia menjelaskan, kawasan Dusun Semilir berdiri di lahan hijau dan kuning, yang tetap memungkinkan untuk pembangunan selama tidak melebihi 40 persen dari total lahan. Pihaknya proaktif dengan dinas terkait dalam hal ini Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR). Masing-masing memiliki data, bahwa koefisien dasar bangunan (KDB) di Dusun Semilir, disebutnya masih jauh di bawah 40 persen.
“Artinya, masih dalam tahap wajar untuk pembangunan vila. Vila ini sebagai usaha pendukung dalam usaha berwisata kami,” kata dia.
Ia membantah informasi yang menyebut izin vila tidak bisa dikeluarkan karena berada di lahan hijau. Menurut dia, awalnya izin vila diunggah melalui sistem OSS (Online Single Submission) dengan klasifikasi usaha Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) vila. Namun, sistem menolak karena vila dikategorikan sebagai hunian pribadi, sementara Dusun The Villas merupakan fasilitas penginapan dalam kawasan usaha, bukan rumah tinggal.
“Karena itu, kami diarahkan oleh DPMPTSP Provinsi Jateng, beserta Dinas Pariwisata, PUPR, dan Lingkungan Hidup untuk mengubah perizinan Nomor Induk Berusaha (NIB) menjadi hotel berbintang.
“Prosesnya memang sedang berjalan, dan kami rutin membayar pajak baik untuk hotel maupun restoran,” tambahnya.
Soal isu kerusakan ekosistem, Dusun Semilir disebut telah memiliki izin usaha agrowisata. Fasilitas seperti mini zoo dan rencana kerja sama edukasi herbal dengan pihak luar, termasuk dari Singapura, menjadi bagian dari konsep tersebut.
Shenita juga menegaskan bahwa pihaknya telah mengantongi Izin Mendirikan Bangunan (IMB), meski belum beralih ke sistem Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). Ia mencontohkan kawasan seperti Kopeng yang juga merupakan lahan hijau namun dapat digunakan untuk vila atau kafe, selama tidak melanggar batasan luas pembangunan.
“Lahan hijau bukan berarti dilarang total untuk pembangunan. Selama tidak melebihi prosentase yang ditetapkan, maka diperbolehkan,” tandasnya. (win)