RASIKAFM.COM | SALATIGA – UKSW Salatiga menyambut baik putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) terkait gugatan Umbu Rauta atas pemberhentiannya dari Jabatan Dekan FH UKSW sebagaimana tertuang dalam Putusan No. 55/G/2025/PTUN.SMG. Inti putusan ini menyatakan bahwa Dalam Eksepsi: “Menerima Eksepsi Tergugat tentang kompetensi absolut pengadilan”, Dalam Pokok Sengketa: “Menyatakan Gugatan Penggugat tidak diterima”.
Sebagaimana diketahui Umbu Rauta menggugat Rektor UKSW ke PTUN Semarang atas Keputusan Rektor Universitas Kristen Satya Wacana Nomor: 024/KR-Pb/04/2025, tanggal 30 April 2025 tentang Pemberhentian Saudara Umbu Rauta, dari Jabatan Dekan Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana.
Pemberhentian Prof. Umbu Rauta dalam SK Rektor di atas diambil setelah Rektor UKSW menilai bahwa yang bersangkutan telah mengabaikan, tidak menaati, dan melakukan tindakan yang bertentangan dengan Pakta Integritas yang ditandatanganinya sebagai Dekan, sehingga terciptanya kondisi internal yang tidak kondusif, serta mengganggu keharmonisan relasi di FH UKSW maupun hubungan kerja dengan Rektor, meskipun telah diberikan peringatan keras oleh Rektor. Berdasarkan alasan-alasan tersebut, Rektor UKSW menggunakan kewenangannya sebagaimana diatur dalam Pasal 26 ayat (1) huruf a–h jo Pasal 26 ayat (5) huruf f Statuta UKSW (Keputusan Pengurus YPTKSW Nomor 248/B/SW/XI/2016) untuk memberhentikan Prof. Umbu Rauta dari jabatan Dekan.
Tidak terima dengan pemberhentiannya, Umbu Rauta lalu menggugat Rektor UKSW. Sebagaimana tertuang dalam Putusan No. 55/G/2025/PTUN.SMG, tanggal 3 Desember 2025, diketahui bahwa inti gugatan Umbu Rauta adalah keputusan pemberhentiannya dianggap tidak memenuhi syarat hukum administrasi atau hukum publik, keputusan tersebut tidak didasarkan pada alasan yang jelas, dan dinilai melanggar Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB). Umbu Rauta juga mendalilkan bahwa surat keputusan pemberhentiannya merupakan objek tata usaha negara. Dalam petitumnya, Umbu Rauta selaku Penggugat meminta agar SK Rektor tentang Pemberhentiannya ditunda pemberlakuannya dan dinyatakan batal dan tidak sah.
Atas gugatan Umbu Rauta, melalui kuasa hukumnya, Rektor UKSW membantah bahwa Keputusan pemberhentian Umbu Rauta bukan merupakan objek TUN dan mengajukan keberatan tentang kompetensi absolut PTUN. Rektor UKSW juga berpendapat bahwa keputusannya untuk memberhentikan Umbu Rauta tidak melanggar asas umum pemerintahan yang baik dan semata dilakukan berdasarkan kewenangan yang dimilikinya berdasarkan Pasal 26 ayat (5) huruf f Statuta UKSW 2016 jo Pasal 2 angka 1 Keputusan Pengurus Yayasan Perguruan Tinggi Kristen Satya Wacana Nomor: 252/B/YSW/IX/2015 tentang Tata Cara Dan Kriteria Pengangkatan Dekan, Direktur Pascasarjana dan Pejabat Di bawahnya di Universitas Kristen Satya Wacana pada pokoknya menentukan bahwa “Dekan ditunjuk dan Diangkat oleh Rektor, sehingga keputusannya murni merupakan tindakan dalam ranah hukum privat bukan hukum publik dan SK pemberhentian dimaksud bukan merupakan objek TUN. Oleh karenanya, PTUN SMG tidak memiliki kewenangan absolut untuk mengadili dan memutus gugatan Umbu Rauta.
Untuk meyakinkan majelis hakim bahwa PTUN Semarang tidak memiliki kewenangan absolut untuk mengadili gugatan Umbu Rauta, Tim kuasa hukum Rektor UKSW juga menyampaikan setidak 6 (enam) Yurisprudensi Mahkamah Agung RI yang intinya menegaskan bahwa Rektor PTS yang memberhentikan dekan dan kaprodi berdasarkan Statuta PTS maka Rektor PTS tersebut tidak dalam kedudukannya sebagai Pejabat TUN sehingga keputusannya BUKAN merupak obyek TUN. Ke-enam (6) yurisprudensi ini disampaikan oleh tim hukum Rektor UKSW mengingat Umbu Rauta merujuk pada sejumlah putusan pengadilan TUN yang dianggapnya sebagai yurisprudensi padahal substansi putusannya lebih berhubungan dengan pemecatan mahasiswa dan pemutusan hubungan kerja dan tidak ada hubungannya dengan pemberhentian Dekan dan Kaprodi. Umbu Rauta dan tim kuasa hukumnya juga mengajukan Putusan Mahkamah Agung Nomor 210 K/TUN/2001, yang diklaim sebagai yurisprudensi namun ternyata putusan MA di atas bukan yurisprudensi karena putusan ini telah dibatalkan Mahkamah Agung melalui Putusan PK yakni Putusan PK No: 48/PK/TUN/2002.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim juga merujuk pada yurisprudensi yang sebelumnya diajukan oleh tim kuasa hukum Rektor yakni Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 48 K/TUN/2002, tanggal 11 Juni 2004 yaitu “Hubungan hukum antara Rektor Universitas Swasta dengan para Dekan/Dosen serta lain-lain pejabat di lingkungan Universitas Swasta yang bersangkutan, bukanlah dalam arti hukum kepegawaian yang termasuk dalam hukum publik, oleh karena itu keputusannya bukan merupakan Keputusan Tata Usaha Negara yang dapat digugat di Pengadilan Tata Usaha Negara. Atas berbagai pertimbangan di atas, Majelis Hakim memutuskan menerima eksepsi Rektor UKSW terkait kompetensi absolut PTUN dan menyatakan gugatan Umbu Rauta dinyatakan tidak diterima.
Jika disimak pertimbangan hukum hakim di atas, majelis hakim pemutus mengakui bahwa Rektor UKSW merupakan pemimpin tertinggi dan utama di UKSW. Rektor memiliki kewenangan mutlak untuk mengangkat dan memberhentikan Dekan di UKSW berdasarkan kewenangan yang dimilikinya sebagaimana diatur dalam AD-ART YPTKSW dan Statuta UKSW 2016. Karena itu, majelis hakim tidak ingin mencampuri urusan pemberhentian pejabat internal UKSW yang memang sifatnya privat, bukan publik.
Dalam pernyataan resminya, Rektor UKSW, Prof. Dr. Intiyas Utami, menyampaikan apresiasi terhadap proses hukum yang berjalan objektif dan transparan.
“Kami menghargai putusan PTUN yang dalam pertimbangannya menegaskan bahwa keputusan yang kami ambil didasarkan pada kebutuhan organisasi dan prinsip tata kelola yang baik. Putusan ini menjadi momentum bagi UKSW untuk terus memperkuat transparansi, akuntabilitas, serta keharmonisan dalam lingkungan akademik.”
Rektor juga menekankan bahwa setiap langkah yang diambil pimpinan universitas selalu diarahkan pada stabilitas akademik, kualitas layanan pendidikan, dan kepentingan terbaik bagi mahasiswa, dosen, serta tenaga kependidikan. Upaya memperjelas mekanisme internal, meningkatkan efektivitas komunikasi, serta memastikan setiap keputusan struktural diambil berdasarkan kebutuhan organisasi tetap menjadi prioritas.
UKSW juga memastikan bahwa seluruh proses akademik dan administrasi di Fakultas Hukum berjalan normal di bawah kepemimpinan pejabat fakultas yang telah ditetapkan. Universitas tetap berkomitmen menjaga kualitas layanan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Sebagai perguruan tinggi yang menjunjung tinggi nilai integritas, transparansi, dan akuntabilitas, UKSW menegaskan komitmennya untuk terus memperkuat tata kelola kelembagaan dalam rangka menuju kampus berkelas dunia.
Sementara itu, Koordinator Tim Hukum UKSW sekaligus Wakil Rektor Kealumnian dan Kerja Sama, Prof. Yafet Rissy, menyampaikan bahwa pihaknya menerima putusan ini dengan penuh hormat. Ia menegaskan putusan tersebut memperjelas kembali garis otoritas struktural di UKSW. Harapannya, seluruh pejabat struktural dapat bekerja dengan profesional, berintegritas, dan loyal pada nilai-nilai Satya Wacana seraya menambahkan agar para akademia mengutamakan intelektualitas jernih tanpa rasa dengki.
(Rief)