RASIKAFM.COM | SALATIGA – Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Salatiga akhirnya tetapkan dua orang tersangka dalam kasus mafia tanah aset pemerintah di wilayah Kelurahan Ledok, Kecamatan Argomulyo, Kota Salatiga, Jawa Tengah (Jateng). Kedua orang tersebut berinisial BH yang merupakan mantan Kepala Kelurahan (Lurah) Ledok dan NH, Ketua Pokja Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).
Kepala Kejari Salatiga, Sukamto, mengatakan kedua orang tersebut ditetapkan sebagai tersangka setelah sebelumnya dilakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi terkait kasus manipulasi sertifikat tanah aset milik pemerintah tahun 2023. “Kita lakukan pemeriksaan sekitar jam 10.00 WIB tadi, kita tetapkan NH dan BH sebagai tersangka,” kata Sukamto saat konferensi pers di Kantor Kejari Salatiga, (3/4/2024).
Menurutnya Penetapan kedua tersangka itu, komitmen Kejari Salatiga untuk melakukan pengawasan dan pemberantasan kasus tindak pidana korupsi di lingkungan Pemkot Salatiga.
“Saya akan konsentrasi, serius menangani kasus korupsi di Salatiga, dan masih ada lagi [kasus korupsi] di Salatiga,” bebernya.
Sementara itu, Kasi Intel Kejari Salatiga Mirzantio, Erdinanda, menjelaskan modus kasus mafia tanah itu dilakukan saat pendaftaran PTSL pada tahun 2023. Ketika proses tersebut, kedua tersangka mengeluarkan surat jual beli tanah yang akan dilakukan pendaftaran pada PTSL.
“Kemudian keluar-lah kutipan letter C, yang mana kutipan letter C itu menjadikan dasar mereka untuk memanipulasi aset negara berupa tanah bengkok di Kelurahan Ledok,” ungkap Tio.
Selanjutnya, pihaknya melakukan penyelidikan dan pemeriksaan, sehingga saat ini dua orang tersebut bisa ditetapkan sebagai tersangka. Dikatakan, luas tanah yang dimanipulasi seluas 250 meter persegi dengan kerugian negara ditaksir mencapai Rp256 juta.
“Proses pengembangan ini masih berjalan, kalau ada bukti-bukti lain memungkinkan bisa juga ada penambahan tersangka,” ungkap Tio.
Saat ini kedua tersangka tersebut telah ditahan di Rutan Salatiga. Keduanya pun dijerat dengan Pasal 2 ayat 1, Pasal 3, Pasal 9, dan Pasal 16 UU No. 13/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dalam UU No. 20/2001.