UNGARAN – Puluhan warga Sapen, Bandarjo, Ungaran Barat, Kabupaten Semarang resah atas status kepemilikan tanah kapling yang telah dibelinya beberapa tahun lalu. Mereka merasa menjadi korban dugaan penipuan atas pembelian tanah kapling tersebut, dimana para warga telah melakukan pembayaran akan tetapi tidak bisa mendirikan bangunan di atasnya.
Sumari (52), Ketua RT 03/ RW 09 Sapen, Bandarjo mengatakan sebanyak 36 orang warganya telah melakukan pembayaran tanah kapling dengan cara tunai dan juga angsuran.
“Ada yang Rp 60 juta, Rp 100 juta dan lain-lain. Total kerugian mencapai lebih kurang Rp 2,5 miliar,” ujarnya.
Ia menuturkan kejadian dugaan penipuan ini bermula dari penawaran AK, selaku pengembang yang menawarkan harga kapling murah yang berlokasi di RT 3/RW 9 Sapen Kelurahan Bandarjo. Hal itu diketahui para korban dari MMT dan spanduk promo yang disebar di pinggir-pinggir jalan di Ungaran, dengan menggunakan nama komplek kapling Bumi Sapen Indah.
“Awal penawaran pembukaan kapling tersebut pada tahun 2018 dengan luas keseluruhan sekitar 10.000 meter persegi, dijual seharga Rp 1 juta per meter persegi. Kami pikir kapan lagi bisa dapat tanah kapling murah,” katanya.
Para korban mulai merasakan ada masalah saat mereka tak kunjung mendapatkan sertifikat tanah. Alasan yang diberikan pengembang saat itu karena atas namanya masih hak milik relasinya. Ditambah lagi warga semakin kesal lantaran tak bisa mendirikan bangunan di atas tanah yang telah dibelinya. Pemegang hak milik beralasan pengembang belum menyelesaikan pembayaran.
“Kami ini ‘direwangi’ mengumpulkan uang dan hutang bank untuk beli tanah, setelah lunas malah nggak boleh dibangun. Jangan begitulah, kami minta hak kami dipenuhi,” keluhnya.
Jalur mediasi antara warga dengan pengembang sudah ditempuh. Saat itu pengembang berjanji dengan membuat surat pernyataan di atas materai yang isinya akan menyelesaikan tanggungjawabnya yakni segera memecah dan memberikan sertifikat kepada warga. Akan tetapi yang bersangkutan tidak menepati janjinya dan hingga saat ini tidak diketahui keberadaannya.
“Si AK ini nggak tahu sekarang di mana, tapi kalau dihubungi memang masih bisa dan selalu menyuruh kami bersabar dan menunggu,” ungkapnya.
Puncaknya, warga yang telah habis kesabaran menempuh jalur hukum dengan melaporkan dugaan kasus penipuan tersebut ke Polres Semarang.
“Sudah kami laporkan (ke Polres Semarang) akhir 2020 lalu, tapi sampai sekarang belum ada kejelasan. Intinya kami minta hak atas tanah kami, atau uang kami dikembalikan,” tegasnya. (win)